Beberapa waktu lalu muncul surat edaran dari Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tri Harjun yang intinya meminta agar setiap pegawai negeri sipil menjadi abdi dalem keraton Yogyakarta. Edaran yang sifatnya imbauan tidak mengikat itu bertujuan melestarikan kebudayaan dan melestarikan kelembagaan Kesultanan Yogyakarta.

 

Meski Keraton tidak enak hati dengan imbauan itu, Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Joyokusumo selaku Pengageng Kawedanan Ageng Panitipura Keraton Yogyakarta menyatakan, dalam sejarahnya sampai pemerintahan Sultan Hamengku Buwono (HB) IX, sistem pemerintahan Keraton Yogyakarta terbagi dua, eksekutif dan kebudayaan. Pemerintahan eksekutif yang dikelola Patih Dalem disebut abdi dalem kaprajan. Adapun abdi dalem yang bekerja di lingkungan keraton disebut abdi dalem punokawan,
”Sejak pemerintahan Sultan HB X memang tak ada keharusan lagi pegawai negeri sipil (PNS) menjadi abdi dalem. Tidak usah ada imbauan saja, sekarang ini sekitar 1.400 PNS yang menjadi abdi dalem. PNS yang menjadi abdi dalem keraton harus memiliki kualitas kultural tertentu,” kata Joyokusumo.
Jika surat edaran itu mengundang pro-kontra, bagi Tri Harjun, semata-mata hanya ingin mengembalikan kekhasan Yogyakarta. Bahkan, sekaligus akan dijadikan salah satu ciri dari keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Menggali berbagai kekayaan budaya semacam itu senantiasa dilakukan masyarakat atau Pemerintah DIY. Ini menunjukkan soal keistimewaan DI Yogyakarta hal mutlak bagi warga. Ini senada dengan apa yang muncul dalam diskusi tentang RUU Keistimewaan (RUUK) DIY, semua panelis menyatakan, DIY memang memiliki keistimewaan yang harus dipertahankan.
Kekuatan kebudayaan banyak ditekankan panelis sebagai kekuatan untuk keistimewaan Yogyakarta. Nilai kebersamaan, gotong royong, saling menghormati, penuh kepedulian, pemufakatan, dan musyawarah adalah roh yang mendasari terbentuknya sebuah kerajaan Ngayogyakartahadiningrat. Bahkan, pemerintahan di Yogyakarta disebut sebagai artifact, socifact, dan mentifact dari kebudayaan Nusantara yang berkelanjutan menjadi kebudayaan Indonesia yang mampu beradaptasi dengan perubahan zaman dari masa kolonial sampai masa Indonesia modern.
Kekuatan budaya yang melahirkan demokrasi yang diilhami kearifan lokal itulah basis keistimewaan DIY, di bawah pimpinan Kesultanan Yogyakarta. Itu terbukti dari sistem pemerintahan yang mampu melangsungkan kehidupannya dalam pergeseran dari bentuk vosten landen (praja kejawen-zaman kolonial) menjadi daerah istimewa sejak masa kemerdekaan Indonesia.
Beberapa panelis juga berharap, jangan sampai kekayaan dan kekhasan budaya Yogyakarta terhapuskan oleh konsep politik. Artinya, biarlah struktur pemerintahan di bawah kepemimpinan keraton. Kekhasan pemerintahan di Yogyakarta adalah kerajaan. Otonomi dengan keraton sebagai pusatnya jangan sampai terperangkap dalam konsep otonomi yang seragam. Dengan memandang otonomi tak hanya dari konsep politik, tetapi juga dari sisi budaya, kekhasan, atau keistimewaan, Yogyakarta akan terselamatkan. Keraton adalah kekayaan dan keindahan sejarah.
Bahkan, keberadaan Keraton Yogyakarta sudah ada sebelum pemerintahan Indonesia ada. Kehadiran pemerintahan Keraton Yogyakarta diakui dunia. Karena itu, pernyataan Keraton Yogyakarta sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah pernyataan cerdas dan pemahaman kenegarawanan Sultan HB IX waktu itu. Ini menunjukkan pula Keraton bukanlah feodal. Namun, punya sikap demokratis dengan visi ke depan.
Pengakuan tentang kemerdekaan Indonesia oleh Keraton memiliki makna historis yang besar dalam memberikan jaminan konkret berupa legitimasi terhadap eksistensi republik yang saat itu masih bayi. Tanpa itu, Belanda pasti akan mengklaim kembali atas wilayah Nusantara setelah berakhirnya pendudukan Jepang.
Kepak sayap raja Jawa itu semakin teruji ketika bersama Paku Alam VIII menjadi jaminan bagi Republik Indonesia ketika Ibu Kota harus pindah ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946.
Jiwa demokratis Sultan HB IX tecermin dalam pemerintahan Yogyakarta, yang sudah memiliki lembaga perwakilan daerah. Visi ke depan ditunjukkan secara konkret dengan menyediakan Keraton Yogyakarta sebagai tempat pendidikan tinggi. Dari Pagelaran Keraton Yogyakarta lahirlah Universitas Gadjah Mada, yang menjadikan wilayah Yogyakarta sebagai wilayah multikultural dengan hadirnya mahasiswa dari berbagai daerah di Tanah Air.
Kebudayaan
Sampai saat ini keberadaan Keraton Yogyakarta tetap kokoh sebagai artefak yang hidup di tengah arus zaman. Keraton masih menyimpan kekayaan budaya yang unik. Di dalamnya ada empat museum yang mencatat perjalanan sejarah kerajaan trah Mataram itu. Buku kuno, serat, babad, dan tembang tersimpan di sana. Berbagai jenis tari, bedaya, srimpi, golek, Maeso Lawung adalah bukti suara kebudayaan Keraton masih menggema.
Keraton masih menyimpan berbagai tradisi, adat istiadat yang kuat. Misalnya, saat Lebaran, semua PNS dan bupati berbaur dengan abdi dalem datang ke Keraton untuk sungkeman kepada Raja. Tradisi jumenengan, tingalan dalem, labuhan laut, dan upacara di Gunung Merapi adalah warna budaya keraton yang masih tetap terjaga hingga sekarang.
Keraton adalah sejarah panjang dari pemerintahan sejak pendirinya, Pangeran Mangkubumi (1755-1792). Sebuah pemerintahan yang terus berjalan dengan dinamika politik, sosial, budaya, yang tentu saja melahirkan proses pendewasaan yang terus-menerus. Itu berjalan sampai sekarang. Putra mahkotanya masih tetap memberikan sumbangsih untuk negeri yang bernama Indonesia ini. Sebagai keturunan Mangkubumi, Sultan HB IX, dan kini Sultan HB X, masih terus bisa memberikan nilai sejarah bagi leluhur dan bangsanya.
Secara empiris, posisi Sultan HB dan Paku Alam sebagai kepala daerah sudah terpelihara sepanjang perjalanan Republik Indonesia, termasuk proses suksesinya berlangsung stabil. Selama 11 tahun terakhir dalam pemerintahan Sultan HB X dan Paku Alam IX sebagai gubernur dan wakil gubernur DIY juga tidak terjadi suatu yang aneh, apalagi sesuatu yang buruk.
Barangkali pendiri Kerajaan Yogyakarta tidak mengira kekuasaan yang tinggal sakmegaring payung (seluas payung terbuka) yang sekarang dipimpin Sultan HB X, pada saat ini harus menghadapi persoalan kepemimpinan. Memang semua mengakui ada keistimewaan di DIY. Namun, kepemimpinan kepala daerahnya ditetapkan atau dipilih itu yang kini membuat berlarut-larutnya pembahasan payung hukum kepemimpinan di DIY.
Ada panelis yang menyatakan, masa pemerintahan mulai Sultan HB IX sampai HB X berjalan mulus tanpa ada gejolak yang berarti. Pemerintahan dan Keraton Yogyakarta menyatu. Penetapan bukan menjadi masalah. Sebab, demokrasi muaranya adalah kesejahteraan rakyat.

Oleh THOMAS PUDJOWIDIJANTO
Opini Kompas 19 Januari 2010


Batal manggung di acara HUT Provinsi Sulawesi Selatan, penyanyi seksi Aura Kasih dituntut penyelengara PT Debindo Mega Promo sebesar Rp2.260.000.000.

Dikabarkan, Aura batal manggung karena adanya intervensi dari pacarnya, Kiki, cucu Eka Tjipta Widjaja. Kabarnya, cucu pendiri Sinar Mas Grup ini sangat posesif.

"Menurut info yang saya dapat, (Kiki) mengancam Aura, ’Kalau kamu ke Makasar, maka kamu saya putusin’," ungkap M Yasir, kuasa hukum PT Debindo Mega Promo, selaku event organizer di Put-put Golf Senayan, Jakarta Selatan.

Yasir mengungkapkan, di acara tersebut seharusnya Aura Kasih tampil dan membawakan 8 buah lagu. Akan tetapi, karena tidak datang event organizer pun mengalami kerugian.

"Kita meminta Rp2 miliar, 260 juta lebih untuk menyelesaikan masalah kerugian immaterial dan materil yang kita hadapi," ungkapnya.

Husaini menjelaskan, kerugian Rp200 juta lebih disebabkan nilai kontrak yang sudah disepakati Rp40 juta, tiket, transportasi loka, penataan panggung, lighting, promosi publikasi. "Sehingga kita kalkulasi Rp260 juta lebih," jelasnya.

Selain itu, PT Debindo Mega Promo juga mendapat tuntutan dari band Sulawesi Selatan sebesar Rp1 miliar, sehingga menimbulkan kerugian serta ketidakpercayaan Bank Sulsel kepada mereka.

Mereka juga merasa malu, karena sebagai panitia acara mereka telah menyebarkan 600 undangan di mana di dalamnya tertera nama Aura Kasih. "Karena ini acara gathering dan ini acara pemerintahan, karena semua sudah kumpul dan intinya kita merasa dirugikan oleh artis Aura Kasih," pungkasnya. Sumber : Okezone



Wanita Seribu Benjolan adalah Merry, 27 tahun, warga Kampung Simpangan, RT 2/1, Kelurahan Toapaya Selatan, Kecamatan Toapaya, Bintan, Kepulauan Riau, menderita penyakit langka yaitu benjolan yang menutupi sekujur tubuhnya dan dirasakan sangat gatal. Dia memperlihatkan penyakitnya , dan mengatakan bahwa penyakit tersebut telah dia derita selama 20 tahun.

Ketika ditemui Tribun Batam di rumahnya, Merry saat ini tinggal bersama orangtuanya tidak jauh dari SPBU di Batu 16 arah Tanjunguban. Dasem, ibu Merry menuturkan bahwa penyakit yang diderita anak pertamanya ini awalnya hanya berupa bintik merah dan kecil yang disertai demam tinggi serta muntaber. Kemudian disambung dengan malaria hingga akhirnya mucul benjolan di beberapa bagian tubuh ketika Merry masih berumur 7 tahun.

Dasem juga menceritakan bahwa anaknya tidak bisa terkena sinar matahari langsung atau terkena hembusan angin. Karena jika itu terjadi maka anaknya akan merasakan gatal hebat di sekujur tubuhnya disertai timbulnya bintik-bintik merah yang baru.

"Semakin hari bintik-bintik merah tersebut menjadi besar, seperti daging tumbuh di bawah kulit, bahkan akan bertambah besar jika terkena matahari secara langsung," kata Dasem sambil menunjukan lengan anaknya.

Berbagai upaya mendapatkan bantuan pengobatan hingga ke aparatur kecamatan dan puskesmas, selama ini selalu gagal dia peroleh. Dasem menuturkan, pihak puskesmas sempat menolak dirinya bersama Merry ketika akan berobat, dengan alasan penyakit yang diderita anaknya sangat berat dan tidak bisa diobati.

"Kalaupun puskesmas tidak sanggup untuk mengobati anak saya, minimal mereka kan bisa memberikan rujukan ke rumah sakit mana saja yang mampu unutk mengobati anak saya," kata Dasem.

Kekecewaan keluarga ini tidak hanya sampai di situ, bahkan Dasem bersama suaminya yang sehari-hari bekerja sebagai buruh lepas pernah meminta bantuan ke pihak RT/RW, Kelurahan Toapaya Selatan, hingga Kecamatan Toapaya, namun tak satu pun peduli. Bukan bantuan yang diterimanya, malah Dasem bersama suaminya dijadikan bola pingpong.

"Saat kami ke RT/RW kami diarahkan ke Lurah, setibanya di Lurah kami malah disuruh ke Camat, namun saat di Kantor Camat para pegawai di sana hanya bilang, silahkan cari uang yang banyak lalu berobat ke Jakarta, nanti kami akan bantu kalau sudah di sana," kata Dasem sambil menirukan perkataan salah seorang petugas di kantor Camat Toapaya.

Hingga saat ini, Dasem bersama suaminya telah menghabisan uang sebesar Rp 20 juta yang didapatnya dari menjual semua perhiasan peninggalan orangtua mereka, tabungan suaminya saat masih bekerja hingga meminjam uang ke beberapa kerabat yang masih merasa iba dan kasihan.

"semua sudah dijual untuk biaya pengobatan anak saya, bahkan kami pernah ditipu oleh dukun yang mengaku bisa menyembuhkan Merry," kata Dasem.

Ketika ditanya apa keinginan dan harapannya, Dasem hanya meminta agar pemerintah dapat membantu mencarikan solusi untuk kesembuhan anaknya. Karena saat ini dirinya sangat lelah sudah meminta bantuan ke semua pihak, namun tidak satupun yang memberikan tanggapan secara baik.

"Pada saat kampanye pemilu legislatif lalu, ada caleg yang datang ke rumah dan berjanji akan membantu dan memperjuangkan kesembuhan anak saya, namun begitu tak terpilih lagi, dia tak nongol kemari lagi," kata Dasem.

Sementara itu, menurut Merry, dirinya hanya berharap bisa sembuh dari penyakt yang dia derita. Dia merasa malu menjadi bahan olok-olok dan tertawaan teman-temannya selama 20 tahun lebih


Bambang Sutrisno
(Managing Partner Strategy Consulting)

Tidak ada yang mengejutkan dari kemenangan Hatta Rajasa merebut ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN) di Batam pekan lalu. Hatta adalah tokoh PAN yang karier politiknya paling moncer saat ini. Sangat logis kalau ia didaulat menjadi orang nomor satu di partainya. Keberhasilan Hatta duduk di kabinet dalam dua periode terakhir dan kedekatannya dengan presiden SBY, membuatnya memiliki akses luar ke sumber-sumber pendanaan yang sangat dibutuhkan partai politik.

Lima tahun lalu saat Kongres II PAN di Semarang, Hatta sebetulnya sudah menjadi pesaing potensial bagi Soetrisno Bachir--kalau saja Amien Rais tidak memintanya mundur beberapa saat sebelum pemilihan. Kali ini pun peranan Amien Rais sangat penting, terutama dalam menjinakkan kubu Dradjad Wibowo agar mau memberikan jalan kepada Hatta untuk menduduki ketua umum PAN tanpa harus melalui pemungutan suara.

Terlepas dari sedikit catatan tersebut, ada sejumlah pertanyaan yang segera mencuat: bagaimanakah prospek PAN di bawah Hatta Rajasa? Apakah prestasi politik PAN ke depan akan semoncer karier politik Hatta, atau justru akan tenggelam di bawah bayang-bayang SBY dan Partai Demokrat?

Dinamika internal
Pekerjaan rumah pertama Hatta Rajasa adalah merumuskan dengan tepat posisi PAN agar tidak menjadi subordinasi SBY dan Demokrat. Mengingat hubungan yang sangat dekat antara Hatta dan presiden SBY, keberhasilan Hatta mengomandani partai berlambang matahari ini diperkirakan akan membuat hubungan PAN-Demokrat menjadi semakin mesra. Demokrat membutuhkan mitra koalisi yang loyal dan dapat dipercaya, serta mendukung semua kebijakan yang dikeluarkan presiden SBY di internal kabinet ataupun legislatif. Hatta sudah memberi indikasi bahwa ia akan membawa gerbong PAN lebih merapat ke SBY meski pada saat yang sama berjanji untuk tetap bersikap kritis kepada pemerintah.

Tantangan Hatta adalah meyakinkan tokoh-tokoh vokal di internal partai agar tidak terlalu keras terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Sebagai partai yang mengklaim paling reformis, PAN memiliki banyak tokoh vokal termasuk Dradjad Wibowo yang diakomidasi menjadi wakil ketua umum PAN.

Kemungkinan Hatta akan tetap memberi ruang kepada para tokoh PAN yang bersikap keras terhadap pemerintah, tetapi dalam isu-isu yang tidak berhadapan atau menyerang langsung presiden SBY. Sebab, membungkam sikap kritis PAN sama saja dengan membunuh karakter partai yang lahir dari rahim reformasi ini. Tanpa sikap kritis, PAN bisa kehilangan rohnya.

Prospek 2014
Target Hatta meningkatkan perolehan suara PAN sampai 20 persen pada Pemilu 2014, rasanya sangat berat kalau tidak mau disebut mustahil. Target itu baru terlihat realistis jika PAN mampu membangun positioning dengan isu-isu politik yang sangat kuat-populis, dan memiliki diferensiasi yang tegas terhadap partai politik lainnya. Dalam konteks ini, tidak mudah bagi PAN untuk merumuskan posisi politiknya menghadapi Pemilu 2014. Menonjolkan peran sebagai partai pemerintah jelas sudah kehabisan kapling oleh Demokrat. Ia juga tidak mungkin bersikap ekstra kritis seperti yang dilakukan partai oposisi.

Celah yang bisa dimainkan PAN adalah mendorong para kadernya untuk tampil di pilkada, merebut kursi gubernur dan bupati/wali kota. Bukti empiris di Jambi membuktikan bahwa tampilnya tokoh PAN memimpin pemerintahan daerah, mampu mendongkrak perolehan suara partai itu secara signifikan. Hatta bisa mengoptimalkan peluang merebut kepemimpinan daerah karena dalam banyak kasus, penentuan calon gubernur dan bupati/wali kota masih sering ditentukan dari Jakarta. Dikenal sebagai pelobi ulung, Hatta tentu tidak sulit berkomunikasi dengan partai lain, seperti Golkar, Demokrat, PKS, bahkan PDIP sekalipun agar PAN mendapat posisi bagus dalam perebutan pimpinan daerah. Posisi politis Hatta sebagai menko Perekonomian akan memudahkannya membuka pintu partai-partai lain.
Kalau Hatta bisa mendongkrak perolehan suara PAN cukup signifikan pada Pemilu 2014, katakanlah 10 persen saja, tidak tertutup kemungkinan ia akan menjadi salah satu kandidat presiden.

Ujian be rat bagi Hatta adalah mem bawa citra PAN ikut terangkat di mata rakyat manakala SBY dan Demokrat dapat memperta hankan performanya, namun ti dak ikut terpuruk apabila ki nerja SBY memble di akhir masa jabatannya. Wallahualam.

Opini Republika 18 Januari 2010



Inilah kapal pesiar pribadi terbesar di dunia saat ini yang sudah selesai dibuat dengan nama Dubai.

Kok namanya Dubai? iya, karena pemiliknya adalah salah satu orang terkaya di Dubai yaitu Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum.


Kapal pesiar pribadi ini mempunyai panjang 160 m dan dapat memuat 105 orang (termasuk crew dam 72 tamu).

Bicara mengenai fasilitas, tidak usah ditanya:
â€" Tangga melingkar dari kaca
â€" 3 lift
â€" Ruang makan untuk acara formal
â€" Salon
â€" Spa
â€" Kolam renang
â€" Garasi untuk menyimpan jet ski dan lainnya.
â€" Kapal selam kecil untuk jalan-jalan di dasar laut

Gimana? asik kan? Tapi mungkin gelas kapal pesiar pribadi terbesar tidak akan berlangsung lama karena kapal pesiar Eclipse yang dimiliki oleh Roman Abramovich, orang kaya di Rusia akan selesai dan panjangnya 169 m.

Trus kalau soal harga, untuk kapalnya sendiri menghabiskan biata sekitar 300 juta Dollar dan belum bagian dalamnya.


"DIA lagi...dia lagi...!" demikian komentar seorang presenter televisi nasional saat membawakan sebuah berita tentang ulah Ruhut Sitompul dalam sidang Pansus Century. Kali ini Ruhut, anggota Pansus Century dari Partai Demokrat, kembali membuat berang anggota pansus lain akibat terlalu banyak ulah dan interupsi serta memanggil Jusuf Kalla dengan sebutan Daeng.

Sebelumnya, Ruhut juga berbaku kata kasar dengan Gayus Lumbuun (PDIP). Sebelumnya lagi selalu mengumbar interupsi dan interupsi saat sidang pansus tengah seru-serunya. Belum lagi pernyataan-pernyataan kontroversial lainnya, seperti pernyataannya tentang keterlibatan dua mantan menteri dalam mendanai berbagai aksi demo.

Dalam jagat politik postmodern, berbagai ulah Ruhut yang membuat banyak orang gemas dan geram tersebut sesungguhnya adalah sebuah repudiasi (repudiation). Yakni, sebuah strategi penyangkalan terhadap lawan politik. Baik penyangkalan terhadap wacana, argumen, alibi, maupun langkah-langkah lawan politiknya. Akan tetapi, penyangkalan itu berdiri di atas kondisi antara. Antara tata tertib dan kepentingan politik, antara kenyataan politik dan kuasa politik.

Ricuhnya berbagai rangkaian sidang pansus akibat interupsi, kelakar, dan umpatan Ruhut adalah representrasi dari politik repudiasi. Semua itu tentu berawal dari posisi antara yang dihadapi oleh Partai Demokrat dan Ruhut di dalam pansus. Yakni, antara peran menjalankan fungsi sebagai anggota dewan sekaligus anggota pansus dan peran sebagai kader partai yang harus menjaga serta membela kepentingan SBY dan pemerintah sebagai representasi kuasa Partai Demokrat.

Dalam kondisi antara itulah, lahir politik repudiasi, lahir sebuah penyangkalan. Dan, penyangkalan oleh Ruhut tersebut diwujudkan dalam berbagai interupsi yang mengganggu anggota pansus lain saat tengah mengorek keterangan dari saksi, seperti yang selalu dia lakukan saat Sri Mulyani dalam kondisi terpojok. Gugatan terhadap tata tertib seperti saat berbaku umpatan dengan Gayus Lumbuun. Mengingatkan anggota pansus lain agar jangan terlalu lama bertanya hampir dalam setiap kesempatan sidang. Atau, bahkan melontarkan pertanyaan-pertanyaan kepada saksi yang tujuannya adalah menggiring pendapat bahwa kebijakan pemberian dana talangan pada Bank Century adalah legal, seperti yang dia lakukan saat Sri Mulyani dan beberapa dewan gubernur menjadi saksi. Di lain pihak, dia menyerang dan menyudutkan saksi yang dianggap berseberangan dengan pemerintah atau SBY, seperti yang dilakukan kepada JK.

Repudiasi politik kian menemukan bentuknya manakala Ruhut relatif leluasa melakukan aksinya tersebut. Hal itu terbukti dengan belum adanya sedikit pun teguran, apalagi sanksi, baik dari fraksi, partai atau SBY sekalipun. Atau, bahkan pada saat bersamaan, repudiasi Ruhut itu bersambung dan sebangun dengan repudiasi yang dilakukan anggota pansus lain (utamanya dari Demokrat), yang setiap nada pertanyaannya juga selalu berusaha menggiring opini publik bahwa kebijakan bailout Century adalah legal dan bahkan cerdas.

Repudiasi Ruhut dan Demokrat itu makin menemukan gayung bersambut manakala pada saat bersamaan, terlontar juga sinyal repudiasi dari Istana. Pertama, adanya isu reshuffle kabinet setelah 100 hari. Kedua, seperti yang disampaikan oleh Menkominfo Tifatul Sembiring, Presiden SBY merasa prihatin dengan kebanyakan anggota pansus yang tidak memiliki etika sopan santun dalam melontarkan pertanyaan kepada para saksi. Momentum penyangkalan dari Istana itu pun menemukan benang merahnya manakala pada saat bersamaan, beberapa partai koalisi mulai mengganti anggota pansusnya yang dianggap terlalu kritis (baca: potensial).

Setidaknya lima anggota pansus telah dan akan diganti. Di antaranya, Marwan Ja'far dan Anna Mu'awanah yang terlihat sangat kritis dan bersemangat saat memeriksa Sri Mulyani telah diganti oleh Fraksi Kebangkitan Bangsa. Sementara itu, Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) akan menarik Chandra Tirta Widjaya dan Catur Sapto Edi. Sedangkan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) akan mengganti Andi Rahmat yang selalu lugas dan tajam di hampir setiap sidang pansus.

Ketika repudiasi politik bertarung di wilayah wacana publik (baca: media massa), konsekuensinya imaji publik pun terseret ke pentas repudiasi tersebut. Maka, ketika repudiasi semakin memperlebar jarak kondisi antara, semakin tidak jelas antara yang benar dan yang salah, antara yang legal dan ilegal, antara yang kuat dan yang lemah, imaji khalayak pun menjadi chaos.

Puncak dari imaji yang chaotic adalah seperti yang telah kita saksikan bersama, bentrok di kalangan akar rumput. Misalnya, kasus bentrok antara polisi dan mahasiswa yang menghujat Ruhut di Makassar. Atau berbagai demo di Senayan yang memprotes penggembosan pansus melalui pergantian anggota oleh fraksinya.

Repudiasi hanya bergerak di wilayah popularitas dan bukan perenungan. Seperti populernya Sri Mulyani dan Ruhut Sitompul sekarang. Hanya bergerak di wilayah kepentingan dan bukan kemaslahatan. Seperti repudiasi SBY dalam berbagai pernyataannya. Repudiasi Sri Mulyani, Boediono, dan dewan gubernur dalam kesaksiannya. Repudiasi Ruhut dalam berbagai kegaduhannya dan repudiasi anggota pansus dari Demokrat dengan berbagai pertanyaannya sesungguhnya tidak menyentuh akar substansi masalah. Jika strategi repudiasi semacam itu masih saja berlanjut, yang terjadi justru delegitimasi terhadap Ruhut, Demokrat, pemerintah dan SBY sendiri. Kita tunggu saja. (*)

*) Mochtar W. Oetomo MA, staf pengajar FISIB Unijoyo, Madura
Opini Jawa Pos 18 Januari 2010

Blog Archive

125x125= Rp. 35.000/month

www.smartbacklink.net/ www.smartbacklink.net/