Umur yang semakin bertambah dan status sebagai ayah tidak membuat para ayah selebritis melupakan gaya berpakaian. Dalam beberapa kesempatan, para ayah terlihat tampil bersama dengan sang anak, dan gaya ayah tetap terlihat stylish. Bahkan, ada beberapa dari para ayah yang sedang dalam aktivitas menghabiskan waktu dengan anak-anaknya, tetapi gayanya sangat maksimal. Siapa saja mereka ?

- Tom Hanks dan Colin
Tom Hanks dan anak lelakinya, Colin sering terlihat datang dalam acara-acara besar. Tampaknya Colin belajar banyak dari sang ayah bagaimana cara berpakaian di karpet merah. Gaya berpakaian mereka membuat keduanya tampak lebih seperti kakak dan adik dibandingkan ayah dan anak.

- Brad Pitt dan Zahara
Pada sebuah kesempatan Brad Pitt tampak hanya berdua dengan anak angkatnya, Zahara. Ia menggunakan topi pet, dengan blazer warna gading dan sepatu warna khaki. Sang anak pun berpenampilan eksentrik dengan mengunakan kacamata dengan bingkai warna putih dan menggunakan gelang warna pink. Pitt tampak menggandeng Zahara penuh perhatian.

- David Beckham bersama Romeo dan Cruz
Gaya berpakaian David Beckham terlihat sangat maksimal, dengan celana panjang hitam, vest yang dilapisi blazer kasual serta sepatu coklat. Busana tersebut ia gunakan saat "memomong" dua putranya yang tidak bisa diam Romeo dan Cruz.

- Tom Cruise dan Connor
Tom Cruise, dan anak lelakinya Connor tampak kompak dalam berbusana saat menikmati pertandingan Lakers. Mereka menggunakan kemeja putih dengan potongan klasik dipadukan dengan jins.

- Jamie Foxx dan Corrine
Siapa bilang ayah tidak bisa kompak dengan putrinya dalam hal berpakaian. Jamie Foxx dan putrinya Corrine tampak kompak menggunakan warna gelap dalam sebuah acara. Busana payet hitam yang digunakan Corrine dan kemeja gelap serta kacamata hitam khas Jamie Foxx membuat mereka layaknya tim yang kompak.

- Tobey Maguire dan Ruby
Tobey Maguire pernah terlihat berjalan-jalan di pusat kota New York menggunakan jaket hitam dan kacamata ala pilot sambil mendorong kereta bayi. Ia tetap terlihat gagah saat sedang menemani putrinya Ruby, yang tampak imut memegang boneka dan menggunakan pakaian motif polkadot.



Setiap hari Facebook selalu berhadapan dengan permasalahan yang begitu kompleks. Pemilik situs jejaring ini pun yakin bahwa kedekatan hubungan mereka dengan para akademisi akan mampu menuntaskan kompleksitas masalah tersebut ke akar-akarnya.

Untuk itu, sebagai komitmen Facebook ke depan dalam hubungannya dengan dunia pendidikan, Facebook memperkenalkan program yang khusus untuk memberi dukungan beasiswa bagi mahasiswa tahun akademik 2010/2011.

Skema program beasiswa tersebut dibuka untuk mereka yang tertarik menekuni bidang Ekonomi Internet, seperti teori penjualan yang berkaitan dengan iklan penjualan online, Ilmu Komputasi Sosial (Social Computing), Sistem Komputer, Data Mining-Machine Learning, dan Sistem Perolehan Informasi.

Beberapa kriteria utama bagi pendaftar beasiswa ini antara lain adalah mahasiswa program doktoral yang sedang melakukan penelitian, berlatar belakang akademis jurusan Ilmu Komputer, Teknik Komputer, Teknik Listrik, dan beberapa bidang terkait lainnya.

Lebih jauh mengenai informasi beasiswa ini bisa diakses di www.facebook.com/careers/fellowship.php. Aplikasi untuk beasiswa ini ditutup 15 Februari 2010.


Oleh Adi Surya P.
Ada sebuah paradoks yang sulit kita pahami bersama. Ketika penjara atau lembaga pemasyarakatan (lapas) kini menawarkan surga kebebasan dibandingkan dunia bebas yang justru kini tidak bebas. Lapas menjadi tempat paling aman untuk melakukan sebuah tindak kejahatan.Begitu juga dengan beberapa privilege yang didapatkan tahanan yang punya uang dan kuasa. Inspeksi mendadak yang dilakukan oleh Satgas Mafia Hukum di Rutan Pondok Bambu menunjukkan hal itu. Terpidana korupsi Artalyta Suryani menempati ruangan mirip hotel bintang lima dengan segala fasilitasnya. Nurani publik kembali terkoyak. Bukan hanya di ruang publik rasa ketidakadilan menjadi wacana mainstream, melainkan di balik tembok penjara pun diskriminasi merajalela.

 

Peristiwa seperti ini bukan pertama kali terjadi. Kita masih ingat terpidana 20 tahun kasus narkoba Schapelle Corby yang dipergoki sedang menjalani perawatan rambut dan pedicure di salon dan makan bersama saudara perempuannya, Mercedes, di restoran di Kuta. Artinya, kasus seperti ini bukanlah barang baru yang seharusnya bisa dicegah. Lantas di mana masalahnya?
Mencari akar masalah dalam masalah sosial memang tidak pernah mudah dilakukan. Karakteristik dari sebuah masalah sosial adalah bersifat multikausal karena berkaitan dengan berbagai subsistem seperti sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang ada dalam sebuah sistem lingkungan. Melihat konteks lokasi berlangsungnya kejadian, ada dua pihak yang berperan besar dalam menghasilkan perilaku positif ataupun negatif, yakni petugas lapas dan narapidana. Logika awam akan berpikir tidak mungkin tahanan bisa mendapatkan fasilitas mewah tanpa izin dan sepengetahuan petugas. Oleh karena itu, sangat mudah untuk memvonis siapa yang bersalah dalam hal ini.
Namun, melihat fenomena ini adalah bak puncak gunung es, tentunya kita jangan meletakkannya secara kasuistik karena praktik jual-beli fasilitas ini sebenarnya sudah lama terjadi secara sistematis dan melibatkan banyak pihak. Sebenarnya, kasus ini membuka kotak hitam praktik-praktik yang terjadi di lapas seperti adanya transaksi narkoba, pungutan liar, jual-beli makanan, perjudian, dan bahkan ada cerita petugas lapas menyewakan tempat khusus buat menyalurkan hasrat biologis bagi para warga binaan dan pembesuk. Mental birokrasi kita masih saja beranggapan "masalah adalah uang" sehingga lapas dijadikan ajang bisnis yang menggiurkan.
Ada beberapa penyebab hal ini bisa terjadi. Pertama, adanya mental birokrat yang korup. Lemahnya proses rekrutmen, seleksi, serta pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang tidak terprogram dengan baik. Kita lihat banyak birokrasi publik yang diisi tenaga-tenaga yang tidak profesional. Tidak diterapkannya merit system, tetapi atas dasar rasa like and dislike.
Kedua, rendahnya tingkat kesejahteraan petugas lapas. Dengan fasilitas minim serta jumlah gaji yang berkisar antara Rp400.000-Rp900.000 per bulan, para petugas ini mau tak mau harus bersiaga selama 12 jam pada shif malam dan 6 jam pada shif siang. Perbandingan antara risiko dan beban kerja para petugas dengan upah yang didapat, dirasa tidak imbang. Politik penggajian dan kesejahteraan pegawai yang kurang adil menyebabkan pegawai kurang mempunyai motivasi kerja sehingga memicu timbulnya perilaku kolutif dan koruptif (Islamy, 1998).
Ketiga, masih kaburnya kode etik bagi aparat birokrasi publik (code of conduct) sehingga tidak mampu menciptakan budaya birokrasi yang sehat, seperti kerja keras, keinginan untuk berprestasi, kejujuran, rasa tanggung jawab, bersih, bebas dari KKN, dan sebagainya.
Keempat, kurangnya jumlah personel petugas di lapas. Perbandingan petugas dengan warga binaan berkisar antara 1:100-200. Satu sipir penjara mengawasi ratusan orang yang tentunya tidak akan efektif.
Kelima, tidak adanya sistem pengawasan yang kokoh dan kurangnya ketegasan dalam kepemimpinan. Indikasinya, informasi dalam penjara hanya diketahui oleh segelintir pihak. Bahkan, Menteri Hukum dan HAM mengaku baru tahu ada "hotel bintang lima" dalam lapas. Ini menunjukkan sistem pengawasan sangat buruk.
Keenam, kondisi lapas yang penuh sesak (overcapacity). Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, jumlah penghuni penjara pada 2006 sebanyak 112.744 orang, sedangkan kapasitasnya hanya 76.550 orang. Pada 2007, jumlah penghuni lapas sekitar 127.238 orang dari kapasitas 86.550 orang. Sementara pada 2008 tercatat jumlah penghuni penjara mencapai 130.075 orang, berlebih 41.476 orang dari kapasitas seharusnya, yakni 88.599 orang. Ditjen Pemasyarakatan mencatat jumlah narapidana dan tahanan yang menghuni lapas atau rumah tahanan (rutan) pada 2009 mencapai 132.372 orang, sedangkan kapasitas idealnya 90.853 orang. Jumlah total penghuni lapas atau rutan terdiri dari 55.471 tahanan, 76.901 narapidana, 2.175 anak tahanan, 3.364 anak pidana, dan 152 anak negara. Kondisi yang tidak manusiawi ini tentunya merangsang warga binaan yang memiliki uang untuk mendapatkan kenyamanan. Kondisi lapas memang harusnya nyaman dan manusiawi karena penjara atau lapas bukan tempat penyiksaan, melainkan tempat pembinaan.
Sebagai solusi harus ada reformasi birokrasi dalam tubuh lembaga pemasyarakatan. Kita membaginya menjadi aspek restoration (perbaikan), provision (penyediaan sumber-sumber daya), dan prevention (pencegahan). Aspek restoration harus menyentuh penghilangan fator penyebab rusaknya fungsi dan membangun kembali pola-pola interaksi.
Pengalaman di Amerika Serikat, dalam upaya mengatasi sejumlah masalah dalam sistem pemenjaraan, mereka membentuk suatu badan yang dikenal dengan Prison Ombudsman (Ombudsman Penjara). Lembaga ini berfungsi sebagai mediator antara sejumlah pemangku kepentingan, seperti warga binaan, petugas, penjara (di Indonesia disebut lapas), dan juga otoritas yang ada di atas penjara (di Indonesia Direktorat Jenderal Pemasyarakatan). Multistakeholder ini bisa merekomendasikan dan menghilangkan semua fasilitas yang diperoleh tahanan dan menempatkannya secara adil bersama tahanan yang lain, juga menindak tegas siapa yang bertanggung jawab dalam pratik-praktik kejahatan dalam lapas dan memutus rantai kejahatan yang ada.
Aspek provision harus bersifat pengembangan dengan melakukan pembinaan, pemberdayaan birokrasi melalui redefinisi peran dan tanggung jawabnya, peningkatan profesionalitas dengan mengoptimalkan sarana-sarana diklat dan litbang di bidang kepegawaian, pengembangan institusi yang bisa dipakai untuk memacu aparat birokrasi untuk mengejar keunggulan komparatif dan kompetitif sekaligus juga untuk memperkuat moral mereka, dan pelatihan kepekaan agar mereka responsif terhadap kepentingan publik (Islamy,1998). Selain itu, kenaikan gaji bisa dilakukan disertai dengan remunerasi yang akan memacu petugas lapas bekerja dengan baik. Artinya, jika kinerja bagus, sama dengan gaji bertambah dan sebaliknya.
Sementara itu, aspek pencegahan bisa dilakukan dengan multistakeholder, yang tidak hanya melibatkan Kementerian Hukum dan HAM dengan Ditjen Pemasyarakatannya. Lebih dari itu, upaya penyelesaian harus mengikutsertakan pemangku kepentingan lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), kepolisian, maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan mungkin juga kalangan swasta seperti media massa.
Di Lapas, pintu masuk kejahatan ada di tangan petugas lapas. Untuk itu, mekanisme pengawasan perlu dibuat transparan untuk diakses publik. Peran media massa sangat sentral dalam hal ini untuk diberi kemudahan meliput bahkan menginvestigasi dalam lapas. Sebagai salah satu bagian dari masyarakat sipil, media massa tidak terjebak pada struktur birokrasi pemerintah dan lebih bebas untuk mengungkap fakta.
Pekerjaan menghilangkan mental birokrasi lapas yang buruk butuh konsistensi. Nilai-nilai negatif yang menjadi panduan bertindak harus dikikis perlahan disertai dengan teladan. Kepemimpinan yang tegas dan pemberian motivasi bekerja dengan pembentukan sistem baru dalam lapas adalah harga mati. Jika tidak, optimalisasi efek jera dan pembinaan yang menjadi esensi lapas menjadi gagal ketika ujung proses hukuman memberikan keistimewaan dan kemewahan.***
Penulis, mahasiswa Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Unpad. 
Opini Pikiran Rakyat 13 Januari 2010



Mulai 1 Januari 2010, Indonesia memasuki babak baru dalam perdagangan internasional yaitu diberlakukannya perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement) dengan RRC atau China. Hal ini ditentang para pelaku industri nasional yang khawatir industri lokal akan mati menghadapi pesaing dari Negeri Tirai Bambu itu.

Kebangkitan perekonomian China rupanya mulai menyebabkan ketakutan berbagai negara di dunia. Hal ini karena sebagai sebuah kekuatan ekonomi, China mempunyai segalanya untuk bersaing di pasar global.
Sebuah industri yang kuat harus mempunyai dukungan sektor primer untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya, sumber daya manusia yang berkualitas dan dalam jumlah banyak juga diperlukan dan terakhir untuk menjadi sebuah industri yang kuat perlu dukungan teknologi. China mempunyai tiga aspek tersebut.

Dukungan sektor pertanian dan sektor primer lainnya serta sumber energi sudah dimiliki negeri ini sejak lama. Sumber daya manusia China berkualitas, mempunyai etos kerja tinggi sekaligus jumlahnya banyak. Terlepas dari beberapa masalah ketidakadilan dan angka pengangguran yang mulai meningkat, SDM China mampu mendukung proses industrialisasi di negeri mereka. Teknologi RRC dalam beberapa bidang ternyata lebih maju dari perkiraan negara maju. Kemampuan mereka mengirim astronot ke luar angkasa dan kemampuan membuat pesawat tempur menunjukkan hal itu.
Indonesia adalah negara yang juga merasakan dampak langsung dari perkembangan produk China. Kita merasakan dampak positif dan negatifnya secara bersamaan. Dampak negatifnya terasa pada saat serbuan produk tekstil China mematikan industri dalam negeri. Dampak positifnya adalah konsumen Indonesia berkesempatan menggunakan produk berkualitas dengan harga relatif terjangkau.

Peluang Indonesia
Para pelaku bisnis pasti memahami bahwa dalam dunia bisnis selalu ada peluang dalam kondisi seburuk apapun. Contohnya pada waktu negeri ini dilanda krisis ekonomi, ternyata ada banyak pengusaha yang berorientasi ekspor, misalnya pengusaha mebel dan kerajinan serta eksportir kelapa sawit, yang meraup keuntungan besar karena nilai rupiah yang merosot. Maka dalam menghadapi maraknya produk China, masih banyak peluang asalkan pengusaha Indonesia melakukan analisa industri untuk memilih strategi bisnis yang tepat.
Porter (1985) mengemukakan tentang perlunya melakukan analisis persaingan dalam industri. Hal ini bisa memberikan informasi penting bagi perusahaan untuk menentukan posisi dan kekuatannya dalam menghadapi persaingan dalam sebuah industri. Analisis ini disebut dengan The Five Competitive Forces of Industry (FCFI). Dalam analisa ini kekuatan kompetisi dari sebuah industri terdiri dari lima faktor yaitu persaingan dari industri tersebut, kekuatan pemasok, kekuatan pembeli, kekuatan barang substitusi dan kekuatan pemain baru.
Berdasarkan kerangka  ini kita bisa melakukan analisa persaingan industri Indonesia dengan China dan bagaimana menemukan kelemahan-kelemahan industri China untuk kita manfaatkan sebagai peluang bisnis. Analisa pertama adalah persaingan dalam industri. Dalam hal ini, Indonesia kalah karena China sedang mengalami sebuah kondisi skala ekonomis, yaitu kapasitas produksi penuh dengan permintaan tinggi sehinga mengakibatkan harga produknya menjadi murah.
Sebagai contoh, produk tekstil China yang masuk Indonesia sebenarnya adalah produk sisa ekspor, yaitu sisa produk yang dipasarkan di berbagai negara, sehingga harganya jauh lebih murah. Dukungan dari pemerintah dari sisi kebijakan moneter juga sangat kuat. China adalah negara dengan devisa terbesar di dunia, yaitu US$ 200 miliar, sehingga mereka mampu mempertahankan nilai tukar remimbi pada tingkat yang menguntungkan eksportir. Kondisi ini tidak terjadi di Indonesia.
Analisa kedua, adalah kekuatan pemasok. Berdasarkan analisa ini Indonesia bisa mengambil keuntungan dari kebangkitan ekonomi China. Industrialisasi di China memerlukan pasokan energi yang luar biasa. Dalam hal ini Indonesia bisa menjadi pemasok energi dengan potensi batubara dan gas Indonesia. Selain itu, jika pengusaha Indonesia mampu mengembangkan energi alternatif, maka peluang untuk menjadikan China sebagai konsumen utama sangat terbuka.
Analisa ketiga, adalah kekuatan pembeli. Dalam hal ini perusahaan Indonesia bisa mengambil keuntungan sebagai pembeli, yaitu dengan mengembangkan jaringan ritel atau penjualan eceran dari produk-produk China. Kelemahannya, industri ritel mempunyai nilai tambah ekonomi rendah. Faktor kekuatan pembeli yang bisa dimanfaatkan juga adalah kesepakatan untuk melakukan transfer teknologi. Pelaku bisnis bisa memaksa produsen China agar mereka memproduksi di Indonesia sehingga transfer teknologi bisa dilakukan.
Analisa keempat, kekuatan produk substitusi. Dalam analisa ini Indonesia belum mampu masuk dalam persaingan, karena China sedang mengalami fase skala ekonomis sehingga target produk yang lebih murah sulit dicapai. Analisa kelima, kekuatan pemain baru. Dalam analisis ini juga Indonesia sulit bersaing karena kondisi riil industri dalam negeri belum mampu menjadi pemain baru yang mampu bersaing dengan China.

Riset dan Pengembangan
China mampu menjadi penguasa baru dalam industri dunia tidak dalam semalam. Para pelaku industri di negeri itu bekerja keras untuk mencapainya, tidak ada usaha instan untuk menjadi pemain utama dalam bisnis. Hal yang sama juga dilakukan oleh India yang saat ini menjadi pemain utama dalam industri teknologi informasi di dunia. Kesuksesan kedua negara tersebut adalah mereka melakukan proses riset dan pengembangan dalam proses industri mereka. Berbagai riset empirik menyatakan bahwa keunggulan kompetitif bisa dicapai sebuah industri dengan memperkuat riset dan pengembangan mereka (Moitra, 2004).
Riset dan pengembangan adalah titik kelemahan industri di Indonesia. Para pelaku bisnis Indonesia biasanya memilih jalan instan dengan sekedar menjadi penjual produk impor dan tidak mau bersusah-susah melakukan riset dan pengembangan sebuah produk. China dan India sudah membuktikan keunggulan industri mereka dengan riset dan pengembangan, kapan pengusah Indonesia berani melakukan itu? - Oleh : Anton A Setyawan, Dosen FE dan Pascasarjana UMS
Opini Solo Pos 13 Januari 2010


DOKTER dan dokter gigi dalam menjalankan profesinya sangat dimungkinkan melakukan pelanggaran atas norma tertentu. Paling tidak ada tiga pelanggaran yang bisa mengadang profesi mereka, yakni pelanggaran norma etik, disiplin profesi, dan norma hukum.

Norma etik mengatur tentang pantas atau tidaknya suatu ucapan, tulisan, perbuatan seorang dokter atau dokter gigi, baik dalam hubungannya dengan pasien, teman sejawat, masyarakat, organisasi profesinya, maupun kepada pemerintah.


Norma etik ditegakkan berdasarkan kaidah dasar moral. Pelanggarannya tidak dikenai hukuman penjara tetapi pelakunya mendapat sanksi moral, yang bisa terasa lebih berat dibandingkan sanksi perdata ataupun pidana.
Dikatakan terasa lebih berat karena ingatan atas perbuatan pelanggaran etik oleh seorang dokter atau dokter gigi, terus melekat pada memori setiap orang yang mengetahuinya.

Penegakan etik dilakukan oleh organisasi profesi, untuk menjunjung tinggi etika, menjaga keluhuran budi profesi, dan  menjaga keselarasan pelaksanaan kegiatan profesi. Selain itu, menjaga agar tidak terjadi pelanggaran etika profesi yang dapat merugikan masyarakat atau kehidupan profesionalisme.

Lembaga penegakan etik dilakukan oleh Majlis Kehormatan Etik kedokteran (MKEK) untuk profesi dokter, dan Majlis Kehormatan Etik Kedokteran Gigi (MKEKG) untuk profesi dokter gigi. Lembaga ini dipimpin dan dilaksanakan oleh beberapa dokter yang mempunyai komitmen tinggi terhadap nilai-nilai moral.

Norma disiplin profesi, mengatur tentang batas-batas kewenangan atau kompetensi seorang dokter atau dokter gigi. Norma disiplin juga mengatur tentang perilaku profesional dalam hubungannya antara dokter dan pasiennya, serta mengatur standar prosedur pelayanan medis (SPM) ataupun standar prosedur operasional (SPO) yang harus dilakukan saat praktik.

Dokter dan dokter gigi yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan sanksi tindakan disiplin, sesuai Pasal 54 Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Lembaga yang berwenang menegakkan disiplin profesi kedokteran adalah Majlis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).

Ada tiga jenis sanksi yang dapat diberikan MKDKI, yaitu peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik, atau kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan ulang (reschooling).

Lembaga ini dipimpin dan dilaksanakan tidak hanya oleh dokter dan dokter gigi tetapi melibatkan beberapa unsur, seperti ahli hukum kesehatan (SH), unsur asosiasi rumah sakit (Persi), unsur organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan unsur organisasi profesi Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).

Norma hukum, mengatur tentang benar atau salah seorang dokter atau dokter gigi dalam praktiknya, apakah memenuhi standar legalitas atau tidak, serta memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Undang-Undang Praktik Kedokteran mengatur tentang jenis-jenis pelanggaran hukum yang dapat berakibat jatuhnya sanksi. Di antaranya  dokter atau dokter gigi praktik tanpa surat izin praktik (SIP), tidak memasang papan nama, tidak membuat rekam medik, dan tidak menjaga rahasia kedokteran.

Ganti Rugi

Pasal 1365 KUH Perdata, menyatakan,’’ Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menggantinya’’.

Adapun Pasal 1370 KUH Perdata, menyebutkan,’’ Dalam hal kematian akibat kesengajaan atau kelalaian, ahli waris berhak menuntut ganti rugi, yang dinilai menurut kedudukan dan kekayaan kedua pihak’’. Ketentuan dalam Pasal 55 Undang-Undang Kesehatan menyebutkan, ‘’Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan’’.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang menyangkut multiprofesi, multikompetensi, dukungan teknologi kedokteran yang terus berubah dan berkembang seiring dengan tuntutan masyarakat dan pelayanan, menjadikan rumah sakit mempunyai karakteristik yang sangat kompleks.

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit telah diundangkan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani pada 28 Oktober 2009. Ada masa transisi untuk mempersiapkan Peraturan Pemerintah (PP), ataupun Peraturan Menteri Kesehatan menyangkut pelaksanaan UU tersebut.

Banyak pasal dalam UU yang baru itu yang masih mengganjal, bahkan mengundang kontroversi. Akankah UU ini bernasib sama dengan UU Praktik Kedokteran: diuji materi atau judicial review oleh Mahkamah Konstitusi (MK)?  Suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, faktanya UU tentang Rumah sakit sudah disetujui oleh DPR dan ditandatangani oleh Presiden, sehingga telah menjadi produk hukum yang sah.

Terkait dengan kompleksitas itu, kelalaian dokter atau dokter gigi pada sarana pelayanan kesehatan rumah sakit dapat merugikan pasien, dan berpotensi melahirkan gugatan dari pasien atau keluarganya. Pertanyaannya adalah siapa yang harus bertanggung jawab?

UU tentang Rumah Sakit ,Bagian Ke-7 mengenai Tanggung Jawab, Pasal 46 menyebutkan,’’ Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di rumah sakit’’. Penjelasan pasal itu atas UU tersebut  adalah cukup jelas.

Sekarang bagaimana tanggapan para direktur rumah sakit atau pemilik rumah sakit? Rumah sakit swasta yayasan sosial/ keagamaan akankah merasakan akibatnya seperti peribahasa panas setahun dihapuskan oleh hujan sehari? Hasil usaha yang dikumpulkan tiap bulan tahu-tahu habis karena ada gugatan perdata Rp 2 miliar, yang disebabkan oleh kelalaian tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakitnya dan bukan karena kesalahan rumah sakit itu.

Bagi dokter dan dokter gigi, kelalaian seperti apa yang menjadi tanggung jawab hukum rumah sakit? Apa yang dimaksud dengan tanggung jawab hukum? Bersediakah atau mampukah pemilik rumah sakit (owner) seperti yayasan sosial,  persyarikatan, paguyuban jamaah haji, NU, Muhammadiyah, Yakkum, Perdaki, atau yayasan keagamaan lainnya membayar gugatan ratusan juta atau miliaran rupiah karena kelalaian orang (tenaga kesehatan) yang bekerja di yayasannya?

Rumah sakit tidak dapat dijadikan bulan-bulanan pasien, dengan adanya kasus gugatan. Tidak semua karena kasus di rumah sakit, kemudian pasien atau keluarganya dapat menggugat karena rumah sakit tidak bertanggung jawab secara hukum, bila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif. Rumah sakit juga tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.

Banyak pasal dalam UU yang baru itu mengundang kontroversi, bahkan mereka yang terkait akan mengernyitkan dahi. Misalnya persoalan yang menyangkut uang muka perawatan, klasifikasi ruang perawatan, penolakan pasien, perizinan rumah sakit, kewajiban rumah sakit, tata kelola penyelenggaraan rumah sakit, keselamatan pasien, pembiayaan rumah sakit, atau pelaporan ke media massa oleh pasien menyangkut ketidaknyamanan pelayanan yang ia terima.

Belum lagi UU mengamanatkan pembentukan Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia (BPRSI) sampai ke tingkat provinsi untuk membina dan mengawasi secara eksternal, serta pembentukan Dewan Pengawas Rumah Sakit (DPRS) untuk lingkup internal. (10)

â€" Dokter Gigi Edi Sumarwanto MM MHKes, pengurus Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Daerah Jawa Tengah, direktur rumah sakit swasta
Wacana Suara Merdeka 13 Januari 2010


Tidak ada satu manusia pun di bumi ini yang terbebas sama sekali dari kemungkinan untuk menjadi penderita gangguan kejiwaan. Dalam pemakaian "defense mechanism" misalnya, barangkali dapat dikatakan bahwa perbedaan normal dan abnormal hanya terletak pada frekuensi dan intensitas dari penggunaan defense itu. Begitu juga dengan gejala dan tanda-tanda yang abnormal pada umumnya. Hampir setiap orang yang tergolong normal pada saat-saat tertentu dan dalam kondisi hidup yang tertentu pernah menunjukkan gejala abnormal dalam sikap, cara berpikir, dan tingkah laku mereka.

Oleh karena itu, hamba-hamba Tuhan sebagai konselor harus berhati- hati dalam mengenali dan mengklasifikasikan klien dalam kelompok orang-orang yang disebut penderita gangguan kejiwaan.
Hal ini disebabkan oleh karena:
-- Tanda-tanda dan gejala-gejala abnormal yang klien tunjukkan belum tentu gejala penyakit jiwa yang sesungguhnya sehingga
-- Kita menyadari keterbatasan dan kelemahan manusiawi dokter- dokter jiwa dan petugas rumah sakit jiwa yang sering kali salah men-diagnosa klien/pasien.
D.N. Rosenhan telah membuktikan hal ini dengan eksperimen- eksperimennya, yang seharusnya membuat setiap hamba Tuhan lebih waspada dan berhati-hati dalam mengirimkan pasien ke rumah sakit jiwa. ==contoh dipotong==
Ini tidak berarti bahwa hamba Tuhan tidak perlu bekerja sama dengan psikiater dan rumah sakit jiwa, karena hal tersebut di atas menunjukkan kepada kelemahan manusiawi si dokter dan pihak rumah sakit jiwa dan bukan menunjukkan pada "ketidakbenaran" ilmu psikatri dan psikologi itu sendiri. Kelemahan-kelemahan manusiawi dari profesional-profesional lain justru menyadarkan hamba-hamba Tuhan betapa besar tanggung jawab mereka dalam pelayanan konseling. Untuk itu ia harus mempunyai pengenalan umum tentang gejala-gejala dan tanda-tanda utama dari penyakit jiwa.

a. Beberapa gejala yang muncul secara bersamaan.
Bagi orang yang tergolong normal, gejala abnormal biasanya muncul sebagai satu-satunya gejala, sedangkan aspek-aspek hidup lainnya tidak menunjukkan gejala abnormal.
Misalnya:
Oleh karena tekanan kehidupan, seorang dapat menangis meraung- raung; tetapi begitu muncul orang lain ia sadar dan tahu mengontrol ataupun mengarahkan tangisan itu pada tujuan yang rasional dan dapat diterima oleh lingkungan itu pada umumnya.

Tapi lain halnya dengan penderita penyakit. Beberapa gejala abnormal muncul dan nampak secara bersamaan; ia menangis meraung- raung, tidak menyadari bagaimana pikiran orang lain terhadap tingkah lakunya dan ia mengarahkan tangisan itu pada sesuatu yang kacau dan irrasional.

b. Gejala-gejala itu membuat dirinya lain daripada sebelumnya.
Munculnya gejala itu membuat orang yang bersangkutan lain daripada sebelumnya. Orang-orang lain mengenali bahwa ia sesungguhnya tidak seperti itu, dan seharusnya tidak melakukan tingkah laku yang semacam itu.
Misalnya:
-- Bermain-main dengan kotorannya sendiri, bahkan kadang-kadang dimakannya.

c. Gejala-gejala itu bertahan sampai jangka waktu yang cukup lama dan muncul terus-menerus.
Orang yang normal dapat bertingkah laku abnormal, tetapi akan segera menyadari dirinya dan cenderung untuk segera menyesuaikan diri dengan apa yang diinginkan lingkungannya. Tetapi lain halnya dengan penderita penyakit jiwa.
Di samping itu penyakit jiwa juga dapat dikenali melalui gejala- gejala:

1. Physical (fisik/badani)
Banyak sekali gejala kejiwaan (seperti misalnya, perasaan tidak aman, sedih, marah, cemas, dsb.) yang langsung dapat mempengaruhi kondisi tubuh orang yang bersangkutan. Jikalau orang tersebut kemudian menderita sakit, maka jelas penyakit itu pertama-tama disebabkan oleh keadaan kejiwaannya. Ini yang seringkali disebut sebagai 'psychosomatic' atau 'psychophysiological reaction', yaitu gangguan kejiwaan yang menggejala secara badani sebagai gangguan tubuh. Penyakit-penyakit yang biasanya (tidak selalu) tergolong 'psychosomatic reaction' antara lain: asma, sakit kepala, insomnia, radang usus besar, diarrhea, beberapa penyakit kulit seperti: eksem, gatal-gatal, borok yang tidak sembuh-sembuh, dsb.
Tentu saja orang-orang dengan gejala psyhosomatis tidak begitu saja dapat digolongkan sebagai penderita sakit jiwa, meskipun gejala- gejala itu timbul oleh karena gangguan-gangguan kejiwaan. Sebagian besar dari gejala-gejala ini ada pada orang-orang yang normal, oleh karena itu meskipun memerlukan pengobatan dari dokter, mereka tidak boleh sama sekali diperlakukan sebagai pasien-pasien penyakit jiwa.

2. Psychological (jiwani)
Penyakit dan gangguan kejiwaan biasanya juga diekspresikan secara jiwani misalnya:
i. Faulty Perception (persepsi yang kacau) Manusia diperlengkapi dengan bermacam-macam indera. Jikalau rangsangan tiba, maka rangsangan itu akan diteruskan melalui sistem persyaratan ke otak. Dengan inilah orang dapat melihat, mengenali, mendengar suara, merasa panas dingin, sakit, mencium bau, dsb. Tetapi, ada kasus-kasus kejiwaan yang kadang-kadang dapat menyebabkan terganggunya proses persepsi ini sehingga orang tersebut dengan mata, hidung, telinga, lidah dan kulit yang normal ternyata mempunyai persepsi yang berbeda bahkan kacau balau. Ia bisa seolah-olah buta (psychological blindness), tidak dapat mendengar apa-apa, atau selalu mendengar suara yang orang lain tidak dengar, dan melihat penglihatan yang orang lain tidak lihat. Gangguan kejiwaan dapat menyebabkan orang merasa lampu 20 watt dalam kamar itu terlalu terang, atau suara titik air yang jatuh satu per satu dari kran sebagai suara pukulan palu di kepalanya, dsb.
Dari sini kita mengenal istilah-istilah seperti:
-- Ilusi, yaitu penyalahtafsiran stimulan pada indera penglihatan. Misalnya: Melihat pohon sebagai orang.
-- Halusinasi, yaitu persepsi yang terjadi meskipun tidak ada stimulan yang sesungguhnya. Misalnya:
· Melihat suami yang sudah meninggal, bahkan dapat berkata-kata kepadanya.
· Mendengar suara-suara aneh, dsb.
ii. Distorted thinking (pemikiran yang menyimpang dan kacau)
Gangguan kejiwaan sering kali juga diekspresikan dalam bentuk pemikiran yang kacau dan tidak masuk akal.
Misalnya:
-- Si Amir yang yakin bahwa ia lahir 2000 tahun yang lalu.
-- Si Ahmad yang begitu yakin bahwa di bawah tempat tidurnya
ada bom waktu yang dipasang oleh anak buah Khomeini.
Inilah yang disebut 'distorted thinking', yang menjadi salah satu tanda dari gangguan kejiwaan.
Melihat isinya, 'distorted thinking' dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu:
-- Obession (obsesi): yaitu pemikiran yang irasional yang timbul karena dorongan dan kenangan yang tidak menyenangkan, sehingga seolah-olah ada sesuatu yang membuat dia terus-menerus berpikir, "...saya harus..." atau "pasti akan...", dsb. Misalnya: Pengalaman melihat orang yang dianiaya dalam peperangan, menyebabkan ia berpikir "pasti suatu hari saya akan mengalami hal yang serupa". Ia begitu yakin di luar rumah sudah menanti orang-orang yang akan menganiaya dia, sehingga ia terdorong untuk terus-menerus melakukan hal-hal yang irasional, seperti bersembunyi di bawah kolong, mengintip melalui lubang pintu, dsb.
Pengalaman dengan orangtua yang perfectionist, membuat ia selalu merasa ada dorongan "saya harus membereskan ini", "saya harus menyelesaikan itu"; dan ini sering kali tidak masuk akal, misalnya, bangun tengah malam hanya untuk membersihkan mobil, dsb.
-- Phobia: yaitu rasa takut yang irasional. Dan ini bisa berbentuk rasa takut berada dalam ruangan gelap, rasa takut pada darah, air, ular, angin, di tengah banyak orang, berada di tempat tinggi, lewat jembatan, dsb.
-- Delusion (delusi): yaitu pemikiran yang irasional yang menggejala dalam bentuk munculnya keyakinan (palsu) bahwa hal itu benar-benar ia alami, atau ia dengar, atau ia lihat, dsb. Misalnya: Yakin betul bahwa ia bertemu dengan Tuhan Yesus, bahkan yakin betul bahwa ia sendiri telah diangkat menjadi rasul dan menuntut orang-orang lain mengikut dan menyembah dia.
iii. Faulty Emotional Expression (Ekpresi dari emosi yang keliru)
Setiap orang sudah belajar sejak kecil bagaimana mengekspresikan perasaan senang, susah, sakit, bahagia, kasih, benci, dsb. Dan umumnya orang yang normal mempunyai pengekspresian yang mirip dengan orang-orang lain. Misalnya, tertawa sebagai ekspresi dari rasa sedih. Tetapi tidak demikian halnya dengan orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan, mereka seringkali melakukan pengekspresian emosi secara keliru, dan tentunya berbeda daripada orang-orang pada umumnya.

Pengekspresian emosi yang keliru ini dapat berbentuk:

a. Tanpa ekspresi Penderita sakit jiwa seringkali hidup dalam dunianya sendiri, sehingga emosinya tidak tergerak oleh keadaan dan situasi di sekelilingnya. Mereka tidak tertawa atas hal-hal yang lucu dan menyenangkan, juga tidak sedih atas hal-hal yang menyedihkan.
b. Elation atau Euphoria (ekspresi/gembira yang berlebih-lebihan) Penderita sakit jiwa juga sering kali mengekspresikan emosi secara berlebih-lebihan. Untuk hal yang kecil dia bisa tertawa sampai menangis.
c. Depresi Pada saat-saat tertentu setiap orang bisa mengalami/merasa tidak bergairah, kecil hati dan susah, tetapi hanya untuk sementara saja. Tetapi tidak demikian halnya dengan penderita sakit jiwa. Ada kasus-kasus di mana tanpa alasan yang jelas perasaan sedih itu timbul tenggelam dan bahkan bertahan lama. Mereka memang dapat mengatakan bahwa mereka kuatir terhadap sesuatu (entah pekerjaan, keluarga, kesehatan, masa depan, dll.) tetapi sebenarnya hal-hal itu bukan penyebab utama dari kekuatiran yang berlebih-lebihan itu. Hal-hal itu hanyalah 'precipitating factor' yang menjadi gangguan kejiwaan oleh karena sudah ada 'predisposing factor' pada mereka itu. Oleh karena itu, hal-hal yang bagi orang lain cuma menimbulkan perasaan sedih yang normal dan untuk sementara, bagi mereka menjadi "depresi" dimana putus asa dan tidak bahagia yang terus-menerus.
Enos D. Martin seorang psikiater menyebutkan tentang tiga jenis depresi dengan contoh-contoh praktis:
-- normal grief reaction (rasa sedih sebagai reaksi yang normal atas suatu 'kehilangan') Seorang pendeta yang mendekati masa pensiun merasa sedih oleh karena munculnya perasaan 'tidak berguna dan tidak dapat dipakai lagi'. Tekanan kesedihan itu telah menimbulkan macam- macam gangguan seperti misalnya kehilangan nafsu makan, tidak bisa tidur, sakit kepala, dsb. Ternyata setelah majelis gereja menyatakan bahwa pensiun baginya cuma berarti bahwa ia tidak perlu lagi mengerjakan tugas-tugas administrasi (yang berarti bahwa ia masih boleh berkotbah, melakukan konseling, dsb.) langsung gejala-gejala kejiwaan itu lenyap.
-- neurotic depression (depresi yang neurotis) Pendeta X mengalami depresi oleh karena sebagai pendeta senior ia merasa tersaing dengan munculnya pendeta muda yang dalam beberapa hal sangat dikagumi oleh jemaat. Ia tidak bisa tidur, kehilangan nafsu makan, dsb. Penghiburan dari banyak orang bahwa ia mempunyai lebih banyak kelebihan ternyata tidak menolong. Dalam kasus ini jelas bahwa kesedihannya bukan sekedar 'normal grief reaction', ia betul-betul menderita depresi dan harus mendapatkan pengobatan dari dokter. Diketemukan oleh dokter jiwa bahwa pendeta ini ternyata mempunyai 'predisposing faktor' untuk depresi, seperti misalnya, kegoncangan emosi cukup hebat pada masa kecil ketika ia sakit dan harus masuk rumah sakit, juga faktor lain bahwa semasa kecilnya ia kurang mendapatkan kasih sayang dari orangtuanya.
-- endogenous depression (bakat depresi yang diturunkan dari orang-tuanya) Pendeta Y mengalami depresi oleh karena usahanya untuk mendamaikan dua orang tokoh gerejanya tidak berhasil, bahkan berakibat fatal, yaitu kedua-duanya justru menyalahkan dia. Ia sekarang merasa bahwa seluruh kehidupannya termasuk pelayanannya gagal. Ia kemudian menderita insomnia (tidak dapat tidur), kehilangan nafsu seksuil, nafsu makan, tidak ada gairah lagi pada segala hobinya, sering menangis dan menjauhkan diri dari perjumpaan dengan orang lain bahkan berkali-kali mencoba untuk bunuh diri. Diketemukan pada pendeta ini, adanya 'predisposing factor' depresi yang lebih berat dari pendeta X; karena pendeta Y mempunyai bakat-bakat biologis yang diturunkan dari orangtuanya. Ibunya juga seorang penderita depresi berat. ("What is Depression", Leadership, Winter 1982, Vol. III, No. 1, pp. 82-83).
d. Emotional variability (macam-macam pengekspresian emosi)
Setiap orang akan mengalami naik turunnya emosi sebagai reaksi atas pengalaman-pengalaman kehidupan ini. Tetapi bagi penderita penyakit jiwa naik turunnya emosi ini tidak sesuai dengan realita yang ada. Mungkin pengalaman yang menyenangkan ini sudah terjadi beberapa hari yang lalu dan tiba-tiba ia bisa tersenyum-tersenyum bahkan tertawa-tawa tanpa dapat dikontrol oleh karena ingat akan hal itu. Sering juga diketemukan penderita penyakit jiwa yang menangis tanpa alasan untuk menangis, atau tiba-tiba marah dan menyerang orang lain tanpa sebab, dsb.
e. Inappropriate affect (reaksi emosi yang tidak tepat)
Sedikit berbeda dengan 'emotional variability', di sini orang yang mendapat gangguan kejiwaan biasanya memberikan reaksi emosi yang tidak cocok dengan stimulan yang ada. Misalnya: -- Menangis mendengar cerita yang lucu -- Tertawa geli melihat orang yang sedih menangis ditinggalkan kekasihnya.
iv. Unusual motor activity (activitas motorik yang tidak normal)
Dalam kehidupan ini kita kadang-kadang dapat melakukan aktivitas motorik yang tidak biasa, misalnya: berlari, berkata, berpikir, berbuat lebih cepat atau lebih lambat daripada biasanya. Tetapi untuk itu selalu ada alasan dan tujuan yang jelas dan disadari, dan hanya untuk sementara saja, tetapi lain halnya dengan penderita penyakit jiwa. Sering kali kita bisa mengenali adanya tanda-tanda gangguan kejiwaan melalui aktivitas motorik yang tidak normal, misalnya:
a. Over activity (activitas yang berlebihan)
Sebagai contoh, pasien yang berbicara terus-menerus dengan susunan kalimat yang tidak mengandung pengertian sama sekali (kacau, dan irasional). Ketidakmampuan untuk duduk tenang, terus- menerus gelisah; terkejut bahkan lari ketakutan atas suara tertentu; tangan dan kaki bahkan mata yang bergerak-gerak terus, dsb.
b. Under activity (kurang aktif)
Sebagai kebalikan dari 'over activity', maka gejala penyakit jiwa sering kali ditandai oleh sikap diam, tidak bergerak-gerak, seperti seolah-olah lemah badan, tidak dapat berbicara, dsb.
c. Compulsive activity (aktivitas yang tidak terkendalikan)
Dalam hidup ini sering kali kita merasakan adanya dorongan yang besar untuk melakukan sesuatu, tetapi sering kali oleh karena sebab-sebab tertentu hal itu belum dapat dilaksanakan. Bagi orang yang normal hal ini biasa dan ia bisa menyesuaikan diri dengan mengalihkan perhatian pada aktivitas-aktivitas yang lain. Tetapi pada penderita penyakit jiwa tidak demikian, mungkin apa yang ia ingin lakukan sendiri tidak ia sadari lagi, tetapi ia merasakan adanya dorongan yang kuat untuk melakukan sesuatu aktivitas. Dan ini diekspresikan dengan menggigit-gigit kuku terus-menerus, menggaruk-garuk kaki, mempermainkan alat kelamin, menggigit-gigit bibir, melipat-lipat tangan, menulis-nulis dengan jari, menghisap ujung baju, dsb.
v. Gejala abnormal yang lain
Tanda-tanda lain dari adanya gangguan kejiwaan dalam ketegori ini sering kali dapat diketemukan dalam kehidupan sehari-hari dari orang-orang yang normal. Oleh karena itu kita harus berhati-hati dan tidak menyamaratakan setiap gejala sebagai abnormal atau gejala penyakit jiwa. Misalnya:
· -- Disorientasi; dimana seorang bisa tidak tahu di mana ia berada, siapa dirinya, hari apa sekarang, dsb.
· -- Withdrawal; menarik diri dari pertemuan-pertemuan dengan orang-orang lain.
· -- Kecurigaan yang berlebih-lebihan.
· -- Kepekaan yang berlebih-lebihan terhadap otoritas.
· -- Menyembunyikan sesuatu secara tidak normal, misal, uang disimpan di bawah tanah.
· -- Rangsangan dan kebutuhan seksual yang tidak normal.
· -- Kekanak-kanakan, dsb.

3. Sosial
Biasanya yang disebut abnormal oleh karena ia menunjukkan tingkah laku, sikap, cara berpikir, yang tidak cocok dengan standar normal masyarakat atau lingkungan di mana ia hidup. Manusia adalah makhluk sosial, karena itu ia mempunyai kebutuhan-kebutuhan sosial dan ingin menjadi bagian integral dari lingkungannya. Karena itu normal jika ia selalu cenderung untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Meskipun demikian, tidak secara otomatis orang yang "tidak dapat menyesuaikan diri" dapat disebut sebagai orang yang tidak normal atau punya gejala penyakit jiwa, jikalau ia dengan sadar melakukan hal itu. Yang mungkin oleh karena ia memang tidak/belum menjadi bagian integral dari masayarakat itu. Kasus-kasus seperti misionaris konteks sosial, kita baru bisa mengenali adanya gejala abnormal, jikalau orang yang bersangkutan secara tidak sadar bertingkah laku yang tidak sesuai dengan standar normal masyarakat, yang secara integral ia sendiri menjadi bagian di dalamnya.

4. Spiritual (rohani)
Gejala-gejala penyakit jiwa dapat pula mengekspresikan diri secara spiritual, misalnya gagasan perasaan berdosa yang tidak terampunkan, fanatik, keragu-raguan yang terus-menerus, dsb. Frank Minirth mengatakan bahwa gangguan-gangguan kejiwaan bisa menggejala secara rohani:
"A person with an impending psychotic break may display an intense religious preoccupation. Someone having an obsessive compulsive neurosis may struggle with a fear of having committed the unpardonable sin. Or he may fear he hasn't really trusted Christ as Savior. Emotional and physical problems manifest still another spiritual cloaks. Individuals with temporal lobe epilepsy may communicate renewed religious interest and moral piety. Those with a manic-depressive psychosis may talk in a religious jargon. People diagnosed as having schizophrenia, obsessive-compulsive, ego-alien thought, and multiple personalities are sometimes vJustify Fullictims of demon-possession."


Kesaksian mantan Kabareskrim Susno Duadji dalam persidangan Antasari Azhar mengundang kontroversi. Secara kebetulan, segera setelah itu fasilitas ajudan dan mobil Susno ditarik Mabes Polri. Makanya tafsiran jadi “ke mana-mana”.

Apalagi Kapolri membentuk tim khusus untuk mengkaji kehadirannya yang mungkin dilanjutkan dengan persidangan internal. Selalu ada yang pro dan kontra terhadap kejadian serupa ini. Akankah Susno Duadji berhenti dari Polri? Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kontroversi sebagai perdebatan, persengketaan, pertentangan. Agaknya dalam kasus Susno terjadi ketiga-tiganya: diperdebatkan, disengketakan, dan dipertentangkan. Susno Duadji memang kontroversial.

Dimulai dari penampilan hingga “kelakuannya” memang sering kali mengundang kontroversi. Tengok saja berbagai perjalanan jabatannya, terutama sejak menjabat sebagai kapolda hingga Kabareskrim. Saya tidak bermaksud bicara kesukuan. Namun kenyataannya memang suku/asal seseorang terkadang erat berkaitan dengan sepak terjangnya.

Pemimpin kita telah mempertontonkan bahwa pada sepak terjang masing-masing ada juga kontribusi latar belakang budayanya. Seandainya ada yang menilai Susno Duadji adalah sosok yang kontroversial, mungkin itu erat kaitannya dengan lingkungan daerah yang membesarkan beliau. Suatu lingkungan yang terbuka, direct, tanpa basa-basi. Pribadi yang berani mengambil risiko. Bagi sebagian orang, kelakuan Susno sering kali kontroversial.

Dalam kasus Bibit-Chandra, publik telanjur menduga dan memiliki persepsi “keterlibatan Polri”. Persepsi yang belum tentu benar. Dalam kondisi ini pastilah semua jajaran Polri diharapkan diam seribu bahasa. Irit bicara. Jika ingin berbicara harus terpola dan melalui satu pintu saja. Dalam kondisi Polri tiarap dan sensitif ini, justru Susno “menyelonong di siang bolong”, muncul di persidangan Antasari.

Berpakaian dinas lengkap pula. Gegerlah Indonesia. Mabes Polri seakan diguncang tsunami. Apakah tindakan Susno Duadji yang hadir di persidangan Antasari tergolong patut dipersalahkan? Ataukah tindakan itu semata-mata dikarenakan beliau sakit hati dicopot dari posisi Kabareskrim? Apalagi kemudian juga dikait-kaitkan dengan batalnya beliau menjadi Wakapolri.***

Ada beberapa hal yang ingin saya bahas. Masalah pertama adalah soal sosok kontroversial Susno Duadji. Bagi saya kontroversi tidak dikonotasikan negatif. Bahkan dalam hal tertentu “hentakan-hentakan” itu dibutuhkan di tengah-tengah negeri yang terus berbenah ini. Bayangkan seandainya Indonesia hanya diisi oleh para pemimpin yang cuma mencari aman, tidak berani mengambil risiko (risk taking).

Perilaku “biasa-biasa saja” dapat diterjemahkan kontroversial di tengah kelompok orang yang hanya ingin berteduh di tengah adem ayemnya kekuasaan. Menjadi sosok yang “meletup-letup” tanpa mengenal rasa takut pastilah melahirkan kontroversi. Susno Duadji memang memiliki pengalaman panjang sebagai polisi yang kontroversial. Kita simak beberapa hal saja. Pertama ketika beliau menjabat sebagai Kapolda Jawa Barat.

Provinsi ini, ketika itu, dalam kondisi sangat rawan pungutan liar, termasuk dalam urusan lalu lintas. Susno mengumpulkan semua polisi terkait dengan bidang tugasnya. Mulai dari pangkat ajun komisaris polisi (AKP) hingga komisaris besar (kombes). Mereka diminta menandatangani akta kesepakatan bersama untuk tidak melakukan pungli. Di saat itu pernyataan Susno yang terkenal, “Jangan pernah setori saya.” Kontroversial sekali karena kebijakan dan komentar itu menyodok ke mana-mana. Termasuk menampar muka Polri. Kedua, di tengah masyarakat dan para penggiat hak asasi manusia (HAM) mewanti-wanti kelakuan Polri yang ringan menembakkan senjatanya, justru Kapolda Susno Duadji “bikin sensasi”. Dia malah memerintahkan “tembak di tempat” terhadap para penjahat yang mencoba melarikan diri dari kejaran polisi.

“Senjata polisi dibeli dari uang rakyat yang memang untuk menembak orang (jahat), bukan hanya untuk petantang-petenteng. Jika pada saatnya gunakan senjata itu. Kalaupun salah tembak, itu soal sial saja,” ungkapnya saat itu. Bukankah ungkapan-ungkapan itu tergolong kontroversial? Namun dalam soal ketegasan, patut dipuji. Masyarakat menilai sebagian dari polisi kita memang agak lembek ketika harus bersikap keras.

Ketika menjadi Kabareskrim, kekontroversialan Susno Duadji tidak juga berhenti walaupun bagi saya, itulah watak Bhayangkara sejati yang tidak pernah memikirkan risiko duniawi yang mungkin terjadi. Susno kemudian mendapat gelar sebagai pencipta ungkapan “cicak melawan buaya”.

Buaya diidentikkan dengan polisi dan cicak dianalogikan sebagai KPK. Ini berdasarkan pernyataan Susno, “Ibaratnya di sini buaya di situ cicak. Cicak kok melawan buaya.” Pernyataan yang kontroversial dan segera meledak, laku dijual dalam berbagai rupa.***

Tanda-tanda Susno yang akan semakin berani sudah ada. Ketika diperiksa oleh Tim 8, dia mulai menunjukkan amarahnya karena dituduh menerima uang dalam jumlah miliaran rupiah dalam kasus Bank Century. Dia marah besar. Sumpahnya juga meledak di DPR RI ketika dilakukan pertemuan antara jajaran Polri dengan para wakil rakyat.

Kegarangan dan kekontroversialan itu makin menjadi setelah dia (benar-benar) tidak aktif lagi sebagai Kabareskrim Polri. Ia diberhentikan melalui telegram rahasia bernomor 618/ XI/2009 tanggal 24 November 2009. Susno “bernyanyi ke mana-mana” di media secara luas. Tidak sedikit pun ada ekspresi takut darinya.

Puncak kontroversi itu adalah kesaksiannya dalam persidangan Antasari, Kamis, 7 Januari 2010. Dia memenuhi panggilan untuk bersaksi. Berpakaian lengkap. Kesaksian jenderal berbintang tiga di tengah hiruk-pikuk opini publik tentang Polri pastilah mengundang kontroversi. Sebagaimana dugaan banyak orang, kehadiran Susno sebagai saksi Antasari menggegerkan dunia kepolisian. Pro dan kontra muncul ke permukaan.

Jika semata-mata kedatangan itu memenuhi panggilan persidangan, tidak ada yang patut mempersalahkan Susno. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana mengatur pentingnya keterangan saksi. Dalam undang-undang itu dijelaskan bahwa keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang dia dengar sendiri, dia lihat sendiri, dan dia alami sendiri.

Lebih lanjut Pasal 65 KUHAP mengatur, “Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.” Hukum juga dapat memaksa seseorang yang mangkir atas panggilan sebagai saksi atau siapa saja yang menghalanghalangi seseorang untuk bersaksi di pengadilan.

Dalam kasus Susno, para pengacara telah mengirimkan surat kepada Kapolri agar Susno diizinkan untuk memberi kesaksian dalam kasus Antasari. Kita juga mengetahui dari media bahwa Susno telah pula meminta izin melalui SMS. Mungkin kedua hal ini telah menjadi cukup alasan baginya untuk menjalankan kewajiban hukumnya. Jika menunggu jawaban pasti dari Kapolri, ada beberapa kemungkinan: tidak diizinkan atau diizinkan dengan catatan-catatan.

Atau malah permohonan izin itu diambangkan. Padahal, kesaksian di persidangan merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh setiap orang yang diminta. Namun, tentu persoalan menjadi tidak sesederhana itu apabila “terawangan” kita lebih luas lagi. Kehadiran Susno di persidangan menjadi soal bukan hanya semata-mata soal izin itu. Kita sedang menyaksikan “peperangan internal” yang hebat di tubuh Polri.

Tengoklah insiden spanduk di Mabes Brimob Kelapa Dua ketika berlangsung suatu upacara besar tahun lalu. Ada spanduk yang dengan terang-terangan memberikan dukungan kepada Kapolri Bambang Hendarso Danuri. Apa perlu suatu satuan di bawah komando menuliskan kata-kata semacam itu? Tafsirannya bisa ke mana-mana.***

Mestinya penilaian terhadap sosok Susno dilakukan secara utuh. Bukan sekadar izin tertulis yang tidak dimilikinya ketika bersaksi di persidangan Antasari. Ada juga prestasi yang diukirnya. Ketika menjadi Kapolda Jawa Barat, persepsi masyarakat terhadap polisi cukup meningkat. Jika benar informasi yang ada, di saat menjabat sebagai Kabareskrim dia berhasil mengembalikan uang negara sekira Rp15 triliun, lebih dari dua kali lipat dana talangan Bank Century sebesar Rp6,7 triliun.

Bagi saya, Susno Duadji sosok kontroversial sekaligus fenomenal. Tak jarang bertindak nyeleneh dan berisiko. Reformasi di tubuh Polri memang harus dengan tindakan nyata yang mungkin memunculkan multitafsir. Kini tidak banyak lagi pribadi yang berani. Sebagian dari kita tergadai oleh jabatan, terpatri oleh materi. Susno berhadapan dengan lingkup internal Polri yang tak semuanya menerima perubahan.

Mestinya pimpinan Polri menyikapinya secara bijak. Memang, di satu sisi pembentukan tim pemeriksa Susno dapat ditafsirkan sebagai upaya Polri menunjukkan kesetaraan perlakuan terhadap anggotanya, tapi bukan pula mustahil memunculkan dugaan sebaliknya. Bukankah selama ini budaya Polri di semua lini adalah atasan can do no wrong? Kritikan sering kali diidentikkan dengan perlawanan. Akan jelas risiko akibat melawan atasan. Kultur berkarat ini justru dilawan olehnya. Susno Duadji memang polisi kontroversial.(*)

Prof Amzulian Rifai, PhD
Dekan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Opini Okezone 12 Januari 2010


Oleh  Achmad Deni Daruri
President Director Center for
Banking Crisis


Arah pereko-nomian Indonesia ditentukan oleh dua hal pada tahun 2010 ini, yaitu tingkat produktivitas relatif dan sejauhmana Fed tetap mempertahankan fasilitas TARP. Tingkat produktivitas relatif antarbangsa ditentukan oleh produktivitas faktor produksi antarnegara yang memiliki hubungan mobilitas produksi dan keuangan.

Dalam kasus Indonesia, perekonomian Indonesia sangat ditentukan oleh liberalisasi parsial khususnya dengan dibukanya perdagangan bebas antara ASEAN dan Cina. Dengan dibukanya perdagangan bebas ASEAN dengan Cina pada tahun 2010, konstelasi produktivitas relatif akan mengalami shifting apalagi perekonomian dunia tampaknya belum mengalami perubahan konjungturnya.

Dalam kondisi seperti ini, strategi big push ala Rosenstein Rodan justru akan menyebabkan defisit pembayaran akut. Dengan tidak berubahnya konjungtur perekonomian dunia, sejauhmana Fed dan ECB mampu bermain dengan tingkat suku bunga rendah masih patut dipertanyakan.

Dengan demikian, outlook pertumbuhan ekonomi Indonesia yang optimis untuk tahun 2010 adalah sebesar 4,6 persen dengan tingkat inflasi sembilan persen. Tingkat inflasi akan berada pada level sekitar 7,5 persen jika neraca pembayaran tetap mengalami surplus dengan dibukanya perdagangan bebas dengan Cina.

Namun demikian, jika neraca pembayaran mengalami defisit, inflasi akan membumbung hingga sembilan persen. Sementara itu, pengangguran akan mengalami tekanan yang cukup tinggi karena diperkirakan akan terjadi pengangguran terbuka hingga tambahan 10 juta penganggur, jika dibukanya perdagangan bebas dengan Cina. Di antara negara ASEAN adalah Indonesia yang paling dirugikan dengan dibukanya perdagangan bebas antara ASEAN dan Cina.

Selama ini, Indonesia mengandalkan sektor non tradable untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 4,3 persen. Sektor tradable tersebut didukung semata-mata oleh pertumbuhan konsumsi masyarakat. Perdagangan bebas menyebabkan lingkages dalam perekonomian nasional karena persamaan produk antara Cina dan Indonesia. Pertumbuhan ekonomi sebesar 4,6 persen di tahun 2010 akan sulit dicapai jika overheating dalam perekonomian ternyata sangat parah karena bottleneck condition. Perlu diingat bahwa pada masa lima tahun yang lalu dalam pemerintahan SBY dan JK telah gagal dalam membangun infrastruktur.

''Infratructure Summit'' hanya menjadi jargon yang terbukti gagal diimplementasikan. Saat ini, pemerintah juga membuat jargon yang sama, yaitu ''Road Map Summit'', namun seperti pada Summit yang lalu tidak memiliki kapasitas perencanaan yang mumpuni. ''Road Map Summit'' yang lalu tidak memasukkan unsur kebijakan moneter dan kebijakan produktivitas nasional dalam mendukung pembangunan infrastruktur sehingga model makroekonomi yang tercipta bersifat parsial. Rendahnya kontribusi sektor tradable tersebut, untuk jelasnya, menyebabkan penurunan rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi pada periode 2000-2009. Pada periode itu, rata-rata pertumbuhan sebesar lima persen atau turun jika dibandingkan periode 1990-1996, yang rata-rata pertumbuhannya sebesar tujuh persen.

Jika pemerintah Indonesia mampu membangun sektor infrastruktur di dalam negeri secara tepat sasaran, sektor pertanian akan kembali memiliki pertumbuhan positif pada tahun 2015. Namun demikian, sektor manufaktur tidak akan mampu mengikuti perbaikan seperti itu.

Sektor manufaktur memerlukan tambahan dukungan selain infrastruktur, yaitu bantuan kredit atau keuangan yang bersifat cepat dengan biaya bunga yang murah. Juga, pemerintah harus mengarahkan insentif kepada sector tradables di dalam negeri dengan mengurangi insentif kepada sector non tradables.

Untuk menjaga koridor positif bagi productivity swing, pemerintah harus menjaga stabilitas di pasar keuangan melalui penciptaan mekanisme deposit insurance yang efisien.

Tanpa dilakukannya langkah seperti ini, kasus Bank Century berpotensi akan terjadi lagi mengingat volatilitas perekonomian dunia masih akan tetap tinggi pada tahun 2010.

Namun, hal tersebut juga sangat tergantung kepada konstelasi moneter dunia. Jika Amerika Serikat dan Uni Eropa mampu mempertahankan pertumbuhan kredit pada tasing 50 persen (TARP), derajat kebebasan bagi perencanaan ekonomi nasional untuk menciptakan productivity swing akan semakin membesar karena Indonesia akan menjadi selang bagi produk-produk Cina menuju pasaran Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Konsekuensinya, pertumbuhan loan sindikasi perbankan menjadi terancam sehingga pertumbuhan kredit perbankan pada 2010 hanya berorientasi kepada kredit konsumsi. Apalagi, jika Bank Indonesia terus berupaya membuat tingkat suku bunga menjadi murah.

Ini justru akan membuat perekonomian Indonesia bertambah cepat kehancurannya karena kredit konsumsi akan meningkat untuk membeli produk-produk dari Cina.

Dengan demikian, pertumbuhan kredit pada tahun 2010 diperkirakan hanya mencapai 5,5 persen karena jika mencapai 17 persen seperti yang diinginkan oleh Bank Indonesia, instabilitas pada perekonomian nasional akan membengkak kembali. Perlu diingat bahwa kasus Dubai World belum dapat dianggap selesai sehingga CAR perbankan tahun 2010 diperkirakan akan berada pada tingkat 10 persen saja.

Dengan demikian, NPL diperkirakan akan mencapai delapan persen pada 2010 karena akan banyak usaha mengalami kesulitan operasional, dalam bersaing dengan produk impor dari Cina.

Opini Republika 12 Januari 2010


DALAM dunia medis, bersendawa dikenal dengan istilah aerophagia. Meskipun bukan penyakit, bersedawa bisa membuat Anda tidak nyaman dan malu. Untuk itu perlu diketahui penyebab dan bagaimana cara mengatasi gangguan ini, berikut beberapa cara sederhana yang bisa menjadi pilihan Anda.

Diet
Bersendawa biasanya disebabkan oleh kelebihan asupan makanan yang mengandung gas seperti soda, buah mentah, jus buah seperti jus apel, kacang polong dan lain-lain. Karena itu, perhatikan diet Anda selama beberapa hari untuk mengenali tipe makanan yang membuat Anda bersendawa. Cara ini bisa membantu Anda mendisain diet yang mengurangi sendawa.

Asupan udara
Menelan terlalu banyak udara melalui mulut merupakan salah satu penyebab sendawa. Udara bisa masuk melalui berbagai cara, seperti saat merokok, mengunyah permen karet atau makan terlalu cepat.

Minum susu dingin saat perut kosong
Cara ini sangat berguna jika pembentukan gas diakibatkan oleh kelebihan atau konsumsi obat-obat keras. Di sisi lain, sendawa juga bisa disebabkan oleh intoleransi laktosa (gangguan pencernaan setelah minum susu atau produk susu). Karena itu, ada baiknya mengamati reaksi tubuh setelah minum susu dan menentukan penggunaan selanjutnya berdasarkan reaksi tubuh.

Namun jangan khawatir dengan sendawa, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghindarinya.

Hindari berbaring segera setelah makan. Lebih baik jalan sebentar atau duduk dengan posisi mendekati berlutut selama 10 menit. Cara ini membantu mencerna makanan dengan lebih baik. Selain itu, pastikan mengunyah dan makan secara perlahan untuk mencegah masuknya terlalu banyak udara.

Konsumsi biji adas, sepotong jahe kering atau permen jahe setelah makan. Cara ini bisa membantu mengurangi gas di lambung dan meredakan masalah sendawa. Cara ini juga bisa meredakan rasa sakit di perut akibat bersendawa.

Cobalah olahraga sederhana yang membantu mengeluarkan udara dari perut. Berbaringlah dalam posisi terlentang kemudian angkat dan tekankan lutut ke dada Anda. Ulangi latihan ini sebanyak 10 kali. Cara ini dinyatakan bisa membuat Anda merasa lebih baik dan memunkinkan udara keluar dari perut.

Duduk tegak setelah makan akan memaksa udara ke atas sehingga mudah dikeluarkan dengan bersendawa. Sedang posisi berbaring akan menahan udara di dalam, membuat Anda tidak nyaman.

Blog Archive

125x125= Rp. 35.000/month

www.smartbacklink.net/ www.smartbacklink.net/