PERAWAKANNYA sedang untuk ukuran orang Indonesia. Bicaranya lembut seperti kebanyakan orang Madura terdidik.

Namun siapa yang menyangka kalau Prof Dr Mahfud MD, guru besar hukum tata negara Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, adalah orang yang selalu tepat pada jabatan yang disandangnya. Mahfud juga orang yang tahu diri, tidak mau menduduki jabatan yang ia sendiri tidak menguasainya. Contohnya ketika ditawari oleh Presiden Abdurrahman Wahid menjadi Jaksa Agung, dia menolak. Di Kabinet Persatuan Nasional masa Gus Dur, Mahfud diberi kepercayaan menduduki jabatan menteri pertahanan.

Karya monumental Mahfud sebagai menteri pertahanan adalah diundangkannya Undang-undang (UU) No 3/2002 tentang Pertahanan Negara. Masa itu merupakan zaman keemasan kerja sama antara pemerintah, para akademisi, dan aktivis LSM untuk menyelesaikan UU Pertahanan Negara. Mahfud, yang tidak memiliki latar belakang di bidang pertahanan dan militer, tidak segan-segan atau malu-malu untuk bertanya kepada orang yang memahami soal itu. Saya bersama teman-teman yang tergabung dalam ProPatria, diangkat secara resmi oleh Menhan Mahfud MD untuk membantu Departemen Pertahanan RI menyelesaikan rancangan UU Pertahanan dan mengawalnya secara langsung di DPR.

Pada proses legislasi RUU Pertahanan hingga menjadi UU, kami bukan hanya berada di belakang layar, melainkan duduk bersama tim menghadapi teman-teman di Pansus RUU Pertahanan. Namun itu adalah yang pertama dan terakhir tim yang bukan berasal dari departemen duduk dan menjawab berbagai pertanyaan DPR. Setelah itu tim asistensi pemerintah hanya duduk di belakang layar. Mahfud sempat diangkat Gus Dur merangkap sebagai Menteri Kehakiman dan HAM era Gus Dur setelah Yusril Ihza Mahendra dipecat pada 8 Februari 2001.

Namun Mahfud tidak pernah efektif sebagai Menteri Kehakiman dan HAM karena setelah dilantik pada 20 Juli 2001, pada Senin, 23 Juli tahun yang sama, Gus Dur dilengserkan. Setelah mengabdikan diri sebagai anggota legislatif dari Fraksi PKB, Mahfud berpindah posisi ke Mahkamah Konstitusi. Pada pemilihan ketua Mahkamah Konstitusi yang berlangsung terbuka di ruang sidang pleno Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa 19 Agustus 2008, Mahfud terpilih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2011 menggantikan ketua sebelumnya, Jimly Asshiddiqie.

Dalam pemungutan suara, Mahfud menang tipis, mendapat 5 suara sedangkan Jimly 4 suara. Secara resmi, Mahfud dilantik dan mengangkat sumpah Ketua Mahkamah Konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi pada Kamis, 21 Agustus 2008. Posisinya sebagai ketua Mahkamah Konstitusi ternyata menjadikan Mahfud sebagai "bintang". Betapa tidak, Mahfud inilah yang pada sidang gugatan Bibit dan Chandra atas UU KPK yang kemudian membuka kepada publik isi rekaman pembicaraan antara Anggodo Widjaja dan para pejabat di Polri dan Kejaksaan Agung yang ingin mengkriminalisasi Bibit dan Chandra serta melemahkan KPK.

Sidang MK yang disiarkan langsung oleh jaringan televisi swasta tersebut benar-benar merebut perhatian publik. Rating penyiarannya melebihi siaran langsung inaugurasi Presiden dan Wakil Presiden RI. Sidang terbuka tersebut bahkan lebih banyak penontonnya ketimbang sinetron yang ditayangkan berbagai televisi swasta di Tanah Air. Adalah Mahfud MD pula yang memberikan "fatwa" Ketua Mahkamah Konstitusi bahwa jika Kepala PPATK Yunus Husein dipanggil DPR dalam kasus aliran dana Bank Century, Yunus Husein harus bersedia mengungkapkannya kepada publik. Mahfud adalah orang yang sederhana dan berani.

Dia bersedia mempertaruhkan posisi jabatannya demi keadilan di negeri ini. Dia juga orang yang selalu mau mendengar pendapat orang lain dengan perhatian penuh. Setelah berhenti menjadi menteri pertahanan pun Mahfud bukan orang yang mengalami post power syndrome. Dengan tenang dia bawa koper sendiri di Bandara Soekarno-Hatta ketika tiba dari Yogyakarta. Dia juga seorang guru yang tidak pernah melalaikan tugasnya sebagai dosen di UII Yogyakarta dan universitas beken lain. Cirinya sebagai pendidik mungkin yang menyebabkan Mahfud harus memberi contoh bagaimana seorang pemimpin harus bertindak walau harus mempertaruhkan jabatan.

Jika Mahfud tidak memerintahkan diperdengarkannya rekaman KPK soal Anggodo Widjaja, bukan mustahil rahasia mengenai kriminalisasi KPK tersebut tak akan terungkap. Kini kotak pandora itu sudah terbuka lebar. Tentu Pansus Hak Angket DPR tidak bisa main-main dalam menangani kasus Bank Century. Kita masih menunggu, gebrakan hukum apa lagi yang akan dilakukan Mahfud dan Mahkamah Konstitusi mengenai kasus Bank Century. Jika ternyata ada tanda-tanda penyalahgunaan kekuasaan oleh penguasa terkait kasus aliran dana Bank Century, tentu MK, sesuai dengan aturan konstitusi kita, perlu bertindak.

Ini bukan soal jatuh menjatuhkan orang atau pejabat, melainkan begitulah aturan main demokrasi yang diatur konstitusi kita. Mahfud tentunya juga memiliki perhatian jika ternyata ada penyelewengan penerapan kasus hukum atas soal Bank Century. Kita bersyukur atas adanya tiga institusi hukum yang saling mengawasi, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial. Dengan begitu diharapkan hukum bisa menjadi panglima di negeri ini. Kita berharap Mahfud MD yang sudah menjadi "bintang" itu akan terus melahirkan karya-karya hukumnya yang monumental bagi negeri ini.(*)

IKRAR NUSA BHAKTI
Profesor Riset Bidang Intermestic Affairs LIPI

Opini Okezone 8 Desember 2009

0 comments:

Post a Comment

Blog Archive

125x125= Rp. 35.000/month

www.smartbacklink.net/ www.smartbacklink.net/