Bambang Soesatyo
(Anggota DPR RI)

Triliunan rupiah dana talangan untuk Bank Century tak bisa dipertanggungjawabkan oleh orang kepercayaan presiden yang bernafsu menyelamatkan bank bobrok itu. Maka, dengan asumsi tak ada lagi skandal besar di kemudian hari, kasus Bank Century kini berstatus sebagai faktor kunci penentu stabilitas pemerintahan.
Oleh karena statusnya yang demikian itu, tak ada pilihan lain bagi partai politik pendukung pemerintah di parlemen untuk segera ikut dan aktif menuntaskan kasus ini dengan cara mendukung hak angket. Data-data tentang aliran dana yang belum konfirmasi telah berseliweran di ruang publik. Pengetahuan publik itulah yang menyebabkan dorongan kepada DPR untuk menggunakan hak angket semakin menguat dari hari ke hari.

Parpol pendukung pemerintah perlu menyadari bahwa aspek-aspek janggal dari Bailout Bank Century sudah menjadi kisah yang terang benderang di ruang publik. Debat atau diskusi untuk menutup-nutupi semua kejanggalan itu tak efektif lagi karena publik sudah kehilangan kepercayaan. Publik yakin betul ada yang salah dari bailout itu, sehingga masalahnya harus direspons dengan hak angket DPR.

Jangan takut pada hak angket. Karena itu, jangan berlebihan dalam mengestimasi atau mengalkulasi arah atau tujuan hak angket. Penggunaan hak angket tak identik dengan niat memazgul presiden. Dalam konteks Hak Angket untuk Bailout Bank Century, partai-partai penyeimbang (oposisi) selaku penggagas sama sekali tidak berniat membidik agenda pemazgulan presiden. Agenda utamanya adalah meminta pertanggungjawaban dari pejabat yang merumuskan kebijakan bailout itu. Ingat, jumlah uang negara yang digunakan dalam bailout itu sangatlah besar untuk sebuah bank yang bobrok.

Teman-teman penggagas hak angket mengatakan, mengaitkan agenda pemazgulan dalam isu hak angket adalah pemikiran kurang beradab dalam berpolitik. Di era modern kini, kualitas dinamika peradaban politik kita harus ditingkatkan. Penggunaan hak angket atau interpelasi harus dihargai sebagai hak konstitusional setiap anggota DPR. Hak angket tak bisa dipisahkan dari fungsi kontrol anggota DPR.
Mengontrol atau meminta pertanggungjawaban pemerintah jangan disamakan dengan manuver politik menjatuhkan presiden. Kalau hak angket diidentikan dengan upaya memazgulkan presiden, betapa tidak beradabnya budaya politik kita. Bagaimana persepsi orang luar tentang peradaban politik kita ketika melihat pemerintah yang masa baktinya baru seumur jangung sudah dihadapkan pada nafsu DPR menjatuhkannya. Tidak, kita tidak ingin seperti itu dalam Hak Angket Bank Century.

Hingga pekan lalu, arus aspirasi di DPR untuk mengegolkan hak angket terasa belum begitu kuat. Kecenderungan itu tampak bertolak belakang dengan aspirasi publik yang begitu kuat, ditandai oleh unjuk rasa di berbagai kota. Belum semua fraksi berniat menggunakan hak angket untuk kasus Bailout Bank Century. Jumlah anggota DPR yang telah menyatakan mendukung hak angket pun belum sampai 50 persen dari total anggota DPR. Perkembangan ini membangun rasa curiga di tengah publik; jangan-jangan gagasan hak angket kali ini pun masuk angin lagi alias bakal gugur di tengah jalan.

Bisa dipahami jika parpol atau fraksi pendukung pemerintah masih ragu, karena belum ada petunjuk resmi dari pimpinan partai masing-masing. Ada juga yang beralasan masih menunggu hasil audit investigasi BPK. Oke, kita hargai saja pendirian masing-masing fraksi dan anggota DPR. Namun, berdasarkan bocoran data plus sejumlah rumor yang belum terkonfirmasikan, penyikapan dan penyelesaian kasus Bailout Bank Century kini telah berstatus sebagai faktor kunci bagi terciptanya stabilitas pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lima tahun ke depan. Perkembangan ini mudah-mudahan bisa mengubah persepsi parpol maupun fraksi-fraksi DPR pendukung pemerintah.

Logikanya adalah jika fraksi-fraksi pendukung pemerintah mau menjaga pemerintahan berjalan stabil, mereka dituntut untuk proaktif membersihkan ganjalan-ganjalan yang bisa merusak stabilitas pemerintahan. Salah satu ganjalan yang telah mengemuka saat ini adalah kasus Bailout Bank Century. Seperti diketahui, kasus ini menyeret nama orang-orang kepercayaan presiden. Kalau mereka tidak mampu menjernihkan masalah dengan penjelasan-penjelasan yang masuk akal, orang-orang kepercayaan presiden ini akan terus menjadi sasaran bidik fraksi penyeimbang di DPR maupun publik. Kalau sudah begitu, stabilitas pemerintahan menjadi taruhannya. Semua partai dan fraksi DPR pendukung pemerintah mestinya tidak boleh mengambil risiko itu. Sebaliknya, risiko itu justru harus dieliminasi.

Sikap Fraksi Partai Golkar sendiri mengacu pada penegasan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, yang menyatakan mendukung pemerintah dengan cara menjaga stabilitas pemerintahan. Untuk itu, setiap masalah yang berpotensi merecoki pemerintah harus diselesaikan atau dihilangkan agar pemerintah bisa berkonsentrasi penuh pada program pembangunan.

Pada hasil audit tahap pertama, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memberi sinyal bahwa bailout itu memang bermasalah dan mengandung sejumlah kejanggalan. Pimpinan BI memperkuat sinyal kejanggalan itu dengan mengemukakan bahwa terjadi penarikan dana dalam jumlah sangat besar pasca-bailout. Mudah-mudahan, semua sinyal itu bisa diterima semua fraksi pendukung pemerintah sebagai sikap awal mendukung hak angket. Pekan ini, BPK mengumumkan hasil audit investigasi atas Bailout Bank Century. Publik berharap pengumuman BPK itu lebih menonjolkan aliran dana Bank Century pasca-bailout. Sebab, aspek itulah yang paling ditunggu-tunggu publik. Mudah-mudahan, hasil audit yang dipaparkan ke publik apa adanya alias belum direkayasa atau dimanipulasi. Benar-benar belum mendapat sentuhan tangan setan. Publik patut curiga mengingat sebelumnya amat sangat tidak mudah mendapatkan aliran dana kasus ini. Kalau saja kita semua mau bersepakat kasus ini luar biasa, akses publik untuk tahu aliran dana pasca-bailout mestinya dimudahkan. Persoalannya jadi lain jika kasus ini disederhanakan atau ditutup-tutupi.

Hingga satu pekan sebelum BPK mengumumkan hasil audit investigasi, sudah muncul bocoran data. Bocoran itu menjelaskan bahwa tak kurang dari Rp 3,7 triliun--dari total Rp 6,7 triliun dana talangan Bank Century--tak bisa dipertanggungjawabkan oleh para perumus dan pembuat kebijakan bailout itu. Sempat muncul dugaan bahwa sekitar Rp 500 miliar diserahkan ke seorang politisi. Dengan munculnya dugaan yang terakhir ini, nama-nama yang dibidik dalam kasus ini bertambah, dari tiga menjadi empat nama.

Tiga nama sebelumnya adalah mereka yang membuat putusan final bailout itu. Kini, di kalangan politisi beredar pertanyaan tentang siapa saja penerima dana talangan sisanya yang Rp 3,2 triliun itu.

Kalau diasumsikan presiden pun telah mendapatkan bocoran data yang sama, bisa dipastikan kepala negara akan sangat marah. Masalahnya adalah keputusan menyelamatkan Bank Century ditetapkan oleh atau tak bisa dipisahkan dari orang-orang yang selama ini sangat dipercayainya. Karena merasa sangat terganggu oleh kasus ini, presiden bisa saja ikut mendukung hak angket DPR. Seperti orang kebanyakan lainnya, presiden pun pasti berkepentingan dengan transparansi aliran dana talangan Bank Century agar tidak muncul spekulasi yang merugikan nama baik presiden.

Pada akhirnya, kita mengajak semua fraksi DPR membuka lagi file tentang bagaimana awal pengungkapan kasus Bank Century. Pada file itu, kita diingatkan tentang kesimpangsiuran pernyataan para pejabat. Kita garis bawahi saja indikasi ketidakjujuran dalam mekanisme pengambilan keputusan final Bailout Bank Century dan upaya melempar tanggung jawab dengan klaim bailout itu sudah disetujui wakil presiden. Ketidakjujuran itu tampak telanjang ketika wakil presiden lantang mementahkan klaim itu. Hak angket, siapa takut?

Opini Republika 23 November 2009

0 comments:

Post a Comment

Blog Archive

125x125= Rp. 35.000/month

www.smartbacklink.net/ www.smartbacklink.net/